Revisi UU ITE Sih Bagus, Tapi Enggak Begini!!!
![]() |
Gambar : Glenn Carstens-Peters on Unsplash |
Cangkeman.net - Masih ingat gak waktu Pak Presiden Jokowi ngetwit di twitter pada awal-awal tahun ini yang bahas tentang UU ITE? Waktu itu kan beliau pengen UU ini direvisi, karena banyak menimbulkan ketidakadilan katanya nih. Dari situlah Pak Menko Polhukam, Pak Mahfud membentuk tim untuk merevisi UU ini.
Nah baru-baru ini nih muncul hasil dari kerja tim yang akan merevisi UU ITE ini nih. Dan kamu tau hasilnya apaan? UU ITE ini semakin karet, sekain bisa njepret siapa aja.
Kenapa aku bisa bilang begitu?
Karena pada hasil revisian ini, konon ketua tim revisinya bilang bahwa akan ada penambahan pasal yang diadopsi dari UU Nomor 1 Pasal 14 dan 15 tahun 1946. Nah begini nih bunyi dari pasal yang mungkin nantinya jadi ditetapkan.
Pasal 14
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15
Barang siapa yang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Aneh gak? Awalnya Pak Presiden kan bentuk tim itu biar UU itu tidak menyebabkan ketidakadilan. Yang kalau aku artikan, berarti seharusnya yang dilakukan adaah menghapus pasal-pasal pada UU ITE yang dapat berpotensi sebagai alat ketidakadilan. Eh ini malah ditambah.
Lagi pula kalau pasal ini dimasukkan dala UU ITE, ada hal-hal yang sifatnya semakin karet. Kaya misalkan frasan 'menerbitkan keonaran' itu yang kaya gimana? Misalkan aku menulis kebenaran nih, misalkan tentang korupsi para pejabat negara di cangkeman.net nih. Nah orang-orang yang baca tulisanku ini kemudian jadi tergerak untuk melakukan penyerangan ke pejebat-pejabat negara. Berbuat onarlah para pembaca tulisanku. Nah masa aku sang penulis harus dihukum? Kan yang aku tulis kebenaran kan? Lagipula misalkan yang aku tulis enggak bisa dibuktikan kebenarannya, kaya semacam opini gitu loh, tapi tidak mengandung kebohongan juga. Nah dari tulisan itu muncul para pembaca pembuat onar tadi, masa aku bisa kena pidana?
Atau nih paling absurd tapi mungkin aja terjadi, mungkin aja. Aku nulis di sosial media yang enggak ada hubungannya apa-apa sama negara, Aku posting misalkan photo aku sedang makan-makan di suatu restoran. Dan ternyata ada salah satu teman di sosial mediaku yang lagi ngeliat photo aku itu. Kebetulan dia saat itu sedang tidak punya uang, seharian belum makan, dan karena melihat photoku yang sedang asik makan makanan enak, dia merasa dunia tidak adil. Akhirnya dia keluar rumah, lalu membunuh siapapun yang lewat. Dan karena hal itu aku yang enggak tau apa-apa tapi menjadi penyebab tidak langsung keonaran itu, bisa kena dong kalau pakai pasal itu?
Karet banget kan?
Gini loh gini. Sebelum jauh-jauh kita membuat aturan tentang ITE ini, kita harusnya tau dulu kejahatan apa yang akan kita tangani. Dari situ baru kita buat peraturannya, dan setelah itu kita tentukan siapa yang berwnang menindaknya. Enggak semuanya yang ada di internet itu urusan kominfo harusnya.
Kalau kata Pak Herlambang, orang Pusat Studi HAM Universitas Airlangga tuh harusnya ada perbedaan antara Cyber Crime dan Cyber Enabled Crime. Cyber crime itu emang kejahatan siber. Kejahatan yang emang terjadi karena adanya dunia digital gituloh. Kaya meretas akun bank, membobol data BPJS, misalnya. Nah kalau cyber enabled crime itu yah emang kejahatan biasa, kaya membuat onar tadi. Cuma kejahatan itu semakin terbantu dengan adanya dunia digital.
Lagian kalau semuanya dipegang kominfo, mereka bisa apa sih selain ngeblok situ yang itu menjadi syarat ujian praktek anak SMK ketika menjelang kelulusan.
Eh tapi kalau pihak kominfo sendiri yang menyababkan keonaran gimana yah? Atau tetap kebal hukum kaya kasus nyebar hoaks tentang Papua yang melibatkan Bu Vero? Eh...

Posting Komentar