SCBD: Fenomena yang Memang Harus Ditutup

Okezone


Cangkeman.net - Fenomena SCBD atau juga dikenal dengan Citayam Fashion Week (CFW) kini resmi ditutup. Tidak boleh lagi ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya menimbulkan kerumunan di daerah kawasan elit tersebut.

Entah sejak kapan dan entah siapa yang memulai. Saya tidak terlalu mengikuti ketika fenomena SCBD ataupun yang terkenal juga dengan sebutan Citayam Fashion Week ini menjadi viral dan menghebohkan jagad maya maupun jagad nyata, bahkan sampai mendunia. Bahkan, saking viralnya, arti dari singkatan SCBD itu sendiri berubah menjadi Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok, mengacu pada kota penyangga ibu kota di mana kebanyakan dari daerah itulah para remaja-remaja yang rajin nongkrong dan ngonten itu berasal. Arti sebenarnya yaitu, Sudirman Central Business District malah memudar tergantikan oleh pengertian yang baru ini.

Kemudian fenomena SCBD ini berhasil mencetak model-model lokal yang kemudian terkenal dengan nama-nama seperti Bonge, Roy, Kurma dan juga Jeje yang kini dikenal dengan jargonnya yang berbunyi ‘Slebeewwww”, yang diucapkan dengan nada agak-agak manja gimana, gitu. (sepertinya anak 90an seperti saya akan sangat kesulitan untuk menirukan gaya pengucapannya). Mereka yang tadinya bukan siapa-siapa kini menjelma menjadi orang-orang terkenal dan dicari untuk foto bersama layaknya publik figur.

Para publik figur yang sesungguhnya pun malah ikut-ikutan meramaikan ajang ini. Antara lain Anies Baswedan ikut berlenggok dengan beberapa tamu asing berjalan di momen Citayam Fashion Week ini. Termasuk juga Ridwan Kamil dan kemudian merambat pada para artis seperti Baim Wong dan istrinya ikut-ikutan latah berlenggok di tengah jalan raya melewati zebra cross tersebut. Kehadiran dan keterlibatan mereka pada ajang ini seolah memberi dukungan tak tertulis dan semakin membuat kegiatan-kegiatan ini semakin riuh ramai bahkan tak terkendali.

Banyak yang menganggap bahwa kegiatan mereka ini positif. Sepanjang kegiatan ini tidak menyimpang dari nilai moral, agama dan juga hukum negara, saya juga setuju jika kegiatan ini disebut dengan kegiatan positif dengan alasan daripada mereka terlibat narkoba ataupun komunitas gak jelas yang hobinya tawuran, lebih baik mereka melakukan hal seperti ini saja karena memiliki kegiatan yang sifatnya menyalurkan ekspresi akan memberikan efek baik terhadap fisik dan mental mereka.

Kita tahu setiap orang butuh ruang untuk berekspresi, karena ekspresi itu seperti layaknya aliran deras air. Jika ditutup, dia akan mencari lubang untuk keluar, jika lubangnya ditutup lagi dia akan terus merangsek untuk keluar. kemudian jika semua lubang keluar ditutup, maka dia akan meledak dan memberikan damage yang tidak kita harapkan. Karena itu, cara yang baik adalah dengan menampung aliran air tersebut pada wadah dan mengalirkannya pada tempat-tempat yang kering atau membutuhkan sehingga tidak hanya terhindar dari ledakan, tetapi juga memberikan manfaat untuk yang lain.

Tetapi yang menjadi masalah adalah kegiatan positif ini dilakukan tidak pada tempatnya. Tidak tertampung dalam wadah yang tepat. Jika sesuatu tidak dilakukan pada tempat yang seharusnya, maka akan mengaburkan bahkan mengubah total hal-hal positifnya menjadi negatif. Akan ada banyak pihak-pihak yang kehilangan rasa nyaman di sana.

Sedari dulu, yang namanya zebra cross adalah fasilitas umum yang dibuat untuk dijadikan sebagai sarana kemudahan bagi para penyeberang jalan. Bukan dibuat untuk digunakan sebagai sarana berlenggak-lenggok ajang adu outfit dan adu gaya antar orang-orang yang punya passion pada dunia fashion. Yang namanya jalan raya tentu akan ada banyak pengguna yang memiliki berbagai macam kepentingan.

Di sana ada banyak kendaraan yang ingin lewat untuk pulang kerja maupun berangkat kerja. Ada juga para pejalan kaki yang memang benar-benar ingin menyeberang jalan untuk menuju ke arah tujuannya masing-masing. Para remaja yang nongkrong, ngonten, adu outfit ini pastinya menghasilkan kerumunan penonton yang tidak sedikit, dan itu berakibat fatal pada kenyamanan para pengguna jalan yang lain. Kemacetan adalah salah satu hal negatif yang dihasilkan oleh kegiatan adu gaya yang tidak pada tempatnya tersebut. Banyak sekali berseliweran di medsos video-video kemarahan pengendara yang marah-marah dan membentak-bentak karena haknya sebagai pengguna fasilitas jalan jadi terganggu.

Selain kemacetan, ada juga sisi-sisi negatif lainnya yang mulai bermunculan. Kriminalitas menjadi sebuah hal sangat sering terjadi. Banyak yang kehilangan ponsel dan juga dompet, hal itu dikarenakan jumlah kerumunan semakin tidak terkendali dan memberikan peluang bagi para copet untuk memainkan jari-jari mereka yang sudah terlatih untuk memindahkan barang dari saku orang lain menuju saku si copet itu sendiri.

Kemudian turut juga bermunculan para pria yang berpakaian wanita pada ajang acara tidak resmi tersebut. Sampai-sampai akhirnya pihak pemerintah yang berwenang memutuskan untuk merazia, dan mereka yang kedapatan berpenampilan nyeleneh ini akan diangkut untuk kemudian dilakukan pembinaan-pembinaan terhadap mereka.

Memang, jika kegiatan ini ditutup akan menimbulkan masalah baru. Akan ada yang kehilangan penghasilan dari pembuat-pembuat konten di lokasi tersebut. Atau para pedagang kopi keliling, biasa disebut starling yang tidak mengerti dengan yang namanya konten, yang penting kopi mereka habis tanpa sisa, akan terkena dampaknya juga dengan kehilangan pelanggan-pelanggan mereka. Tetapi fasilitas publik zebra cross tetaplah harus dikembalikan pada fungsi aslinya sebagai tempat menyeberang jalan, bukan tempat bolak-balik pamer baju nyentrik.

Mungkin ini bukan solusi terbaik, tetapi mengapa tidak diberikan saja tempat khusus oleh pemerintah wilayah tersebut. Dengan memberikan ruang yang layak untuk mereka berekspresi, maka tidak akan ada pihak lain yang terganggu. Misalnya diberi fasilitas di JIS, Jakarta International Stadium. Sebelum tempat itu dimanfaatkan secara optimal. Mengingat tempat itu sangatlah luas bisa menampung banyak orang tanpa mengganggu orang lain yang punya kepentingan lain.

Kemudian kita juga masih memiliki proyek mangkrak, yaitu Proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor sana. Maaf, bukannya mengungkit aib rezim pemerintahan yang sudah lama lewat, tetapi lokasi yang sudah lama terbengkalai ini mungkin di tangan-tangan mereka sebagai para konten kreator bisa menjelma menjadi tempat yang memiliki nilai seni tinggi. Jika merasa berat diongkos untuk sampai ke lokasi, bukankah mereka adalah para tukang ngonten yang mendapatkan penghasilan dari kegiatan mereka. Jadi sedikit berkorban keluar biaya tidak ada salahnya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar. 
 

Latatu Nandemar
Anak baik yang tidak suka keramaian