Jogja dan Kenangan
![]() |
Harian Jogja |
Cangkeman.net - “Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan” kalimat yang terpajang di teras Malioboro tersebut memang cukup magis untuk saya. Apalagi untuk anak perantau yang sudah kembnali ke kampung halaman seperti saya mendengar kalimat itu saja sudah membuat hati saya senang dan bibir saya tersenyum secara spontan. Jika berbicara tentang Jogja tentu tidak dapat dipisahkan dari kisah romansa para mahasiswa perantau, secara Jogja terkenal sebagai kota pelajar yang pastinya banyak mahasiswa dari berbagai daerah yang merantau ke sana. Bisa dibilang Jogja menjadi saksi bisu dari banyak pasangan muda-mudi yang lagi kasmaran.
Hampir semua mahasiswa yang berkuliah di Jogja mungkin pernah nyemplung ke dalam kisah romansa ini. Baik yang kisah romansanya berlanjut hingga ke jenjang pernikahan ataupun yang kandas di tengah jalan. Saya termasuk dalam salah satunya, yah walaupun kisah saya termasuk yang mandek di tengah jalan alias gak sampe ke pelaminan.
Kami satu kampus, Dia teman sekelas saya dan setelah kami ngobrol , akhirnya saya tahu kalau ternyata dia berasal dari provinsi yang sama dengan saya. Awal obrolan kami bermula di dalam lift kampus, waktu itu saya menanyakan tentang rute bus ke jawa timur. Kedekatan kami bermula saat saya kebetulan tidak membawa motor ke ke kampus dan meminta tolong dia untuk mengantar saya pulang. Dari sinilah kedekatan kami bermula. Saya tidak bisa mendeskripsikan secara pasti apa yang membuat saya menyukainya yang pasti untuk pertama kalinya saya jatuh cinta dengan orang yang bisa membuat saya menulis cerita dan kalimat-kalimat yang menurut saya cukup apik.
Sayangnya Karena waktu itu Indonesia lagi genting-gentingnya wabah covid19 jadi tidak banyak tempat yang bisa kami datangi, tapi aktivitas-aktivitas sederhana yang berubah menjadi sangat menyenangkan karena dilakukan bersama dia cukup terekam dalam memory, seperti makan di warmindo, soto boyolali, bubur ayam sambilegi, naik motor ngelewatin fly over janti, belanja bareng di mirota, atau nongkrong sore di teras kosan saya sambil ngobrol ngalur ngidul sambil minum kopi yang kami order lewat ojol, cukup membuat hati saya merasa senang, namun perpisahan menjadi batas pemisah yang membuat semua kesenangan tersebut kini tinggal kenangan.
Pernah suatu waktu saya balik ke Jogja setelah beberapa bulan pulang kampung, saat perjalanan dari bandara menuju kos di dalam bus saya menjadi sangat melankolis sambil bersandar di jendela bus dan melihat jalanan kulon progo yang panjang nan sepi saya mbatin “Gila yah saya balik Jogja tapi gak ada dia lagi di hidup saya” dan setelah itu saya melewati hari-hari dan proses panjang untuk bisa menerima bahwa kita memang sudah selesai. Sekarang kalau diingat-ingat kembali kalimat ini terdengar menggelikan sekaligus lucu.
Catatan-catatan lama di handphone dan beberapa tulisan di blog saya tentang dia membuat saya sadar kalau jatuh cinta bisa membuat seseorang yang tidak biasa merangkai kalimat dengan apik tiba-tiba menjadi biasa merangkai kata menjadi kalimat yang indah dari perasaan dan moment-moment sederhana yang pernah kita lalui bersama. Terlepas dari hubungan kami yang berakhir begitu saja, dia tetap menjadi seseorang yang saya syukuri kehadirannya di dalam hidup saya. Lewat semua rasa senang dan sedih yang dia berikan secara bergantian saya belajar banyak hal tentang bagaimana merasakan jatuh cinta, kehilangan yang tiba-tiba, patah hati, dan proses move on yang rasanya kayak naik roller coaster. Saya jadi belajar bagaimana mengurai dan memvalidasi semua perasaan-perasaan yang muncul setelah dia pergi, belajar bagaimana melepaskan dan mengikhlaskan sesuatu yang kita cintai, yang kita inginkan namun tidak bisa kita miliki.
Natacia Mujahidah
Fresh Graduate yang memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan kemampuan secara profesional.

Posting Komentar