Kata Siapa Menjadi Desainer Grafis di Era Digital Mudah Dilakukan oleh Semua Orang?
Editor: Nurul Fatin Sazanah
Dulu sedikit sekali orang yang punya skill desain grafis, karena memang teknologi komputer atau laptop belum sefamiliar sekarang. Akses internet juga tidak mudah, cukup mahal bagi saya yang tinggal di desa. Sekitar tahun 2010 jaringan internet saat itu masih edge alias 2G. Berbanding terbalik dengan kondisi sekarang yang semua serba digital, banyak orang membagikan pengalaman dan ilmunya secara gratis di media sosial.
Lalu apa hubungannya dengan profesi desainer grafis? Dengan semakin mudahnya akses internet dijangkau oleh semua kalangan, banyak orang yang membagikan tutorial belajar desain grafis di YouTube secara gratis. Kebanyakan dari mereka adalah lulusan DKV atau sudah bekerja sebagai desainer grafis dengan cukup lama.
Awalnya mungkin hanya iseng menjawab pertanyaan orang-orang yang ingin belajar desain tapi tidak bisa kuliah. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata banyak yang suka dan dapat mendatangkan pundi-pundi rupiah tambahan dari YouTube atau media sosial lainnya melalui adsense, serta mampu menciptakan branding agar lebih dikenal oleh banyak orang melalui media sosial.
Akhirnya hal ini menjadi sebuah komoditas baru yang ternyata cukup menjanjikan sebagai penghasilan tambahan, sehingga semakin banyak orang yang berlomba-lomba membuat video tutorial belajar desain di media sosial. Dengan banyaknya video tutorial ini, melahirkan desainer grafis baru yang bermunculan hanya dengan belajar melalui media sosial. Pekerjaan desainer grafis yang dulu sekitar tahun 2010 hanya bisa dilakukan dengan menempuh sekolah desain terlebih dahulu, kini hampir bisa dilakukan oleh semua orang dengan modal PC dan kuota internet serta semangat belajar yang tinggi, bukan cuma janji saja.
Ditambah dalam 3 tahun terakhir muncul sebuah ekspansi aplikasi desain yang sangat mudah digunakan bernama Canva, yakni sebuah aplikasi mobile yang bisa digunakan di smartphone masing-masing. Cukup dengan smartphone, alat yang dimiliki semua orang mulai dari kalangan profesional maupun hanya sekadar buat live mandi lumpur, aplikasi Canva bisa menjawab hampir semua kebutuhan desain grafis zaman sekarang, mulai dari pembuatan logo, banner, poster acara, postingan media sosial, bahkan poster acara sunatan dan dangdut juga ada. Tidak perlu lagi punya laptop atau komputer untuk meng-install software Adobe Photoshop, CorelDraw, Adobe Illustrator, dan lain-lain.
Dalam aplikasi mobile tersebut semuanya disediakan template. Tinggal tempel, ganti nama, masukan gambar, sudah jadi dan hasilnya sudah pasti bagus. Masih kebingungan untuk menggunakan template-nya? tenang, tinggal tanya mbah YouTube bisa menjawab semuanya, jangan bertanya sama teman yang jago desain, nanti malah dijawab semaunya.
Profesi desainer grafis semakin lama semakin mudah, bukan? Tidak, tentu tidak semudah itu Ferguso, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa harga diri desainer grafis yang dulu dianggap keren semakin turun. Dianggap bahwa desain profesional sama dengan hanya sekadar menggunakan template yang tersedia, jadi tinggal ganti tulisan, warna, gambar, sudah jadi. Justru jika hanya menggunakan template yang ada, akan berdampak buruk pada hasil desain yang dibuat, karena hasil desain dari template rata-rata hampir sama dan tidak eksklusif, hampir digunakan semua orang.
Pernah ada kejadian, dulu sempat viral ada desainer grafis yang asal-asalan menggunakan font untuk kebutuhan komersil desain produk dari klien, ternyata desainer ini tidak tahu bahwa dia menggunakan font berbayar dan dituntut oleh si pembuat font sebesar 12 juta. Memang, tidak semua aset digital yang ada di internet, entah itu foto, font, ilustrasi, musik, dan lain-lain bisa digunakan sembarangan semau kita. Ada hak cipta dan dilindungi oleh lisensi.
“Kalau asal pakai, bisa-bisa kalian kena denda dari si pemilik aset digital tersebut,” kata Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Hati-hati juga jika ada yang menawarkan pembuatan jasa logo dengan harga tidak masuk akal, misalnya Rp5.000. Logo apa ini? Dengan uang saku anak SD zaman sekarang saja kalah jauh.
Makanya perusahaan besar maupun klien yang membutuhkan jasa desain juga akan lebih selektif dalam meng-hire orang, karena kasus yang pernah viral itu mereka pasti juga takut jika suatu saat tiba-tiba dituntut karena masalah hak cipta atau lisensi.
Di sinilah peran desainer grafis yang belajar teori dibutuhkan. Jam terbang mereka selama bertahun-tahun mengenyam pendidikan tidak akan bohong dibandingkan yang baru belajar sehari atau dua hari. Apalagi kebutuhan dan keinginan setiap klien juga berbeda, sangat kompleks dan random.
Saya sendiri juga pernah mendapati klien yang permintaannya aneh-aneh, misalkan tiba-tiba minta dibuatkan ilustrasi gambar Adolf Hitler masih bayi. Ya, kamu tidak salah dengar, waktu saya tanya, “Tujuannya apa ya?” Klien menjawab “Supaya keren dan unik, anti mainstream,” begitu jawabnya. Karena saya menerapkan apa yang juga diterapkan oleh Tuan Krab dalam kartun Spongebob Squarepants, yaitu “Kami tidak pernah meragukan tamu meski permintaannya aneh-aneh,” tentu tetap saya layani, yang penting masalah cuan aman.
Saya berani menjamin kalau hanya mengandalkan aplikasi mobile seperti Canva yang hanya mengandalkan drag and drop, geser-geser saja, tidak akan bisa menyelesaikan masalah klien tersebut yang meminta gambar ilustrasi Adolf Hitler bayi. Karena saya sendiri membuatnya juga menggunakan software profesional Photoshop dan Illustrator yang digunakan oleh desainer grafis profesional di seluruh dunia. Selain bisa meyakinkan klien, hal itu juga menunjukkan kalau kita bekerja serius dan sungguh-sungguh.
Kelebihan lainnya jika menggunakan software profesional PC (Photoshop, Illustrator, dan lain-lain) adalah file yang kita buat nantinya bisa dibuat dalam bentuk vector, di mana file vector ini adalah file master yang jika di zoom sampai 1000x hasilnya tetap jernih. Jadi, ketika dicetak dalam ukuran berapapun tidak akan pecah. Berbeda jika hanya mengandalkan file hasil dari aplikasi mobile seperti Canva. Ketika mau dicetak dalam ukuran super besar pasti gambarnya akan pecah dan hasilnya tidak jernih, karena file yang dihasilkan adalah file raster yang jika di perbesar akan tampak pixel kotak-kotak, seperti hasil foto dalam hape ketika kita zoom.
Melihat pandangan masyarakat yang menganggap profesi desainer grafis sebelah mata karena hanya klik-klik saja di depan komputer dan tidak membutuhkan tenaga yang lebih ekstra juga harus diluruskan. Karena pada dasarnya tujuan dari desain grafis adalah memberikan solusi kepada klien yang punya masalah, seorang desainer grafis yang sudah banyak belajar teori dengan lama akan punya pengalaman dalam problem solved yang lebih tinggi berdasarkan referensi dan pengalaman yang mereka miliki.
Daripada banting harga mati-matian lebih baik ningkatin skill terlebih dahulu dan bangun portofolio yang profesional. Karena skill tinggi juga akan berbanding lurus dengan klien yang datang, kita layak dihargai mahal dengan kemampuan dan masalah yang bisa kita selesaikan.
Akhirnya hal ini menjadi sebuah komoditas baru yang ternyata cukup menjanjikan sebagai penghasilan tambahan, sehingga semakin banyak orang yang berlomba-lomba membuat video tutorial belajar desain di media sosial. Dengan banyaknya video tutorial ini, melahirkan desainer grafis baru yang bermunculan hanya dengan belajar melalui media sosial. Pekerjaan desainer grafis yang dulu sekitar tahun 2010 hanya bisa dilakukan dengan menempuh sekolah desain terlebih dahulu, kini hampir bisa dilakukan oleh semua orang dengan modal PC dan kuota internet serta semangat belajar yang tinggi, bukan cuma janji saja.
Ditambah dalam 3 tahun terakhir muncul sebuah ekspansi aplikasi desain yang sangat mudah digunakan bernama Canva, yakni sebuah aplikasi mobile yang bisa digunakan di smartphone masing-masing. Cukup dengan smartphone, alat yang dimiliki semua orang mulai dari kalangan profesional maupun hanya sekadar buat live mandi lumpur, aplikasi Canva bisa menjawab hampir semua kebutuhan desain grafis zaman sekarang, mulai dari pembuatan logo, banner, poster acara, postingan media sosial, bahkan poster acara sunatan dan dangdut juga ada. Tidak perlu lagi punya laptop atau komputer untuk meng-install software Adobe Photoshop, CorelDraw, Adobe Illustrator, dan lain-lain.
Dalam aplikasi mobile tersebut semuanya disediakan template. Tinggal tempel, ganti nama, masukan gambar, sudah jadi dan hasilnya sudah pasti bagus. Masih kebingungan untuk menggunakan template-nya? tenang, tinggal tanya mbah YouTube bisa menjawab semuanya, jangan bertanya sama teman yang jago desain, nanti malah dijawab semaunya.
Profesi desainer grafis semakin lama semakin mudah, bukan? Tidak, tentu tidak semudah itu Ferguso, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa harga diri desainer grafis yang dulu dianggap keren semakin turun. Dianggap bahwa desain profesional sama dengan hanya sekadar menggunakan template yang tersedia, jadi tinggal ganti tulisan, warna, gambar, sudah jadi. Justru jika hanya menggunakan template yang ada, akan berdampak buruk pada hasil desain yang dibuat, karena hasil desain dari template rata-rata hampir sama dan tidak eksklusif, hampir digunakan semua orang.
Pernah ada kejadian, dulu sempat viral ada desainer grafis yang asal-asalan menggunakan font untuk kebutuhan komersil desain produk dari klien, ternyata desainer ini tidak tahu bahwa dia menggunakan font berbayar dan dituntut oleh si pembuat font sebesar 12 juta. Memang, tidak semua aset digital yang ada di internet, entah itu foto, font, ilustrasi, musik, dan lain-lain bisa digunakan sembarangan semau kita. Ada hak cipta dan dilindungi oleh lisensi.
“Kalau asal pakai, bisa-bisa kalian kena denda dari si pemilik aset digital tersebut,” kata Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Hati-hati juga jika ada yang menawarkan pembuatan jasa logo dengan harga tidak masuk akal, misalnya Rp5.000. Logo apa ini? Dengan uang saku anak SD zaman sekarang saja kalah jauh.
Makanya perusahaan besar maupun klien yang membutuhkan jasa desain juga akan lebih selektif dalam meng-hire orang, karena kasus yang pernah viral itu mereka pasti juga takut jika suatu saat tiba-tiba dituntut karena masalah hak cipta atau lisensi.
Di sinilah peran desainer grafis yang belajar teori dibutuhkan. Jam terbang mereka selama bertahun-tahun mengenyam pendidikan tidak akan bohong dibandingkan yang baru belajar sehari atau dua hari. Apalagi kebutuhan dan keinginan setiap klien juga berbeda, sangat kompleks dan random.
Saya sendiri juga pernah mendapati klien yang permintaannya aneh-aneh, misalkan tiba-tiba minta dibuatkan ilustrasi gambar Adolf Hitler masih bayi. Ya, kamu tidak salah dengar, waktu saya tanya, “Tujuannya apa ya?” Klien menjawab “Supaya keren dan unik, anti mainstream,” begitu jawabnya. Karena saya menerapkan apa yang juga diterapkan oleh Tuan Krab dalam kartun Spongebob Squarepants, yaitu “Kami tidak pernah meragukan tamu meski permintaannya aneh-aneh,” tentu tetap saya layani, yang penting masalah cuan aman.
Saya berani menjamin kalau hanya mengandalkan aplikasi mobile seperti Canva yang hanya mengandalkan drag and drop, geser-geser saja, tidak akan bisa menyelesaikan masalah klien tersebut yang meminta gambar ilustrasi Adolf Hitler bayi. Karena saya sendiri membuatnya juga menggunakan software profesional Photoshop dan Illustrator yang digunakan oleh desainer grafis profesional di seluruh dunia. Selain bisa meyakinkan klien, hal itu juga menunjukkan kalau kita bekerja serius dan sungguh-sungguh.
Kelebihan lainnya jika menggunakan software profesional PC (Photoshop, Illustrator, dan lain-lain) adalah file yang kita buat nantinya bisa dibuat dalam bentuk vector, di mana file vector ini adalah file master yang jika di zoom sampai 1000x hasilnya tetap jernih. Jadi, ketika dicetak dalam ukuran berapapun tidak akan pecah. Berbeda jika hanya mengandalkan file hasil dari aplikasi mobile seperti Canva. Ketika mau dicetak dalam ukuran super besar pasti gambarnya akan pecah dan hasilnya tidak jernih, karena file yang dihasilkan adalah file raster yang jika di perbesar akan tampak pixel kotak-kotak, seperti hasil foto dalam hape ketika kita zoom.
Melihat pandangan masyarakat yang menganggap profesi desainer grafis sebelah mata karena hanya klik-klik saja di depan komputer dan tidak membutuhkan tenaga yang lebih ekstra juga harus diluruskan. Karena pada dasarnya tujuan dari desain grafis adalah memberikan solusi kepada klien yang punya masalah, seorang desainer grafis yang sudah banyak belajar teori dengan lama akan punya pengalaman dalam problem solved yang lebih tinggi berdasarkan referensi dan pengalaman yang mereka miliki.
Daripada banting harga mati-matian lebih baik ningkatin skill terlebih dahulu dan bangun portofolio yang profesional. Karena skill tinggi juga akan berbanding lurus dengan klien yang datang, kita layak dihargai mahal dengan kemampuan dan masalah yang bisa kita selesaikan.

Posting Komentar