Apa Benar Tuhan Punya Rencana yang Lebih Baik?
![]() |
David Monje on Unsplash |
Penulis: Thiara
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - "Jika rencana kamu gagal, Allah punya rencana yang lebih baik."
Kurang lebih seperti itu kalimat yang sering terlihat di media sosial, spanduk, atau sekadar grafiti yang dibuat anak jalanan di tengah malam. Sakin seringnya nemu, rasanya ungkapan tersebut gak berdampak apapun, dan sebenernya gak jadi motivasi juga.
Karena cape sama kehidupan yang ngalor-ngidul dari yang dibayangkan, ungkapan berbau agamis jadi terdengar klise. Apa iya, rencana Allah lebih baik? Terus, kapan? Sampe kapan saya nungguin rencana Allah yang "katanya" lebih baik itu?
Saya yakin gak cuman saya yang pernah merasakan hal serupa. Nunggu rencana Tuhan terdengar seperti sesuatu yang gak pasti, sedangkan saya sebagai manusia, ya haus kepastian.
Ibarat jalan di dalam ruangan yang gelap, bakal ada yang namanya rasa was-was. Saya punya insting alami—meskipun udah hafal betul isi ruangan itu apa aja, kalaupun ada seseorang yang membantu menuntun jalan—ketakutan tetap datang ketika saya gak bisa melihat apa-apa.
Dalam kehidupan, rencana sengaja kita buat sedemikian rupa karena kita udah membayangkan alurnya, kita tau jalan A akan gimana dan jalan B akan seperti apa. Tapi tetep aja, manusia buta masa depan. Makanya, waktu satu rencana yang kita jalankan ternyata gak sesuai, manusia dilanda ketakutan.
Sampai pada suatu hari, saya dipertemukan dengan salah seorang teman lama setelah 3 tahun gak ketemu, sebutlah Nyai. Dari jaman SMP dulu, Nyai ini perempuan taat agama yang memang hidupnya gak macem-macem. Tapi tetep, Nyai juga manusia yang pernah dilanda ketakutan yang sama.
Dalam satu waktu, obrolan kita berdua menyadarkan saya, yang akhirnya saya tuangkan dalam artikel ini. Simak baik-baik ya, semoga nyampe maksud dari percakapan kala itu.
Begini, kita hidup di tempat yang selalu ada kejutan di dalamnya, gak bisa diprediksi di depan sana akan terjadi hal apa. Kalau dunia itu ibarat ruangan gelap, bisa jadi, sebetulnya ada pemandangan mengerikan (yaitu kejutan) di hadapan kita; tapi karena gelap, ya kita gak bisa liat. Artinya, gak tau apa-apa, gak melihat apa-apa; itu bisa berarti baik.
Coba bayangin, kalau kita melihat sengeri apa hal-hal yang akan dilewatin nanti, gak menutup kemungkinan kita memutuskan putar balik, atau bahkan memilih mati.
Sebaliknya, kalau kita bisa melihat ada keindahan di masa yang akan datang, bisa jadi kita memilih buat berhenti berusaha—karena merasa akhirnya bakal happy ending juga. Sampe sini ngerti lah ya?
Di sisi lain, pernah denger gak kalimat usaha gak pernah mengkhianati hasil? Maksudnya sih bagus, tapi kadang gagasan ini bisa bikin lupa diri juga. Seolah usaha lah yang menjadi satu-satunya harapan, satu-satunya yang kita andalkan. Hal ini membuat kita memberontak ketika seluruh usaha yang dikeluarkan ternyata gak membuahkan apa-apa.
Begitupun soal keadaan, mikirin hidup memang perlu realistis. Kita sadar, di dalam situasi yang gak memungkinkan, kita gak bisa apa-apa, wajar kalau rasanya udah putus harapan banget. "Gak mungkin aku bisa sampai sana, keadaan aku aja begini adanya.”
Kadang, baru satu rencana yang patah aja rasanya udah hancur banget . Jauh ... sebelum titik akhir, kita udah yakin kalau rencana itu bakal berakhir buruk. Tapi, siapa kita berani menentukan akhirnya?
Lalu, di sinilah puncak pembicaraan saya dan Nyai: kalau kita punya Allah, kenapa hanya bertumpu pada usaha dan keadaan? Betulkah manusia sesombong itu? Padahal usaha yang luar biasa hebatnya, berasal dari karunia Tuhan juga.
Kalau hidup gak juga sejalan dengan rencana, kenapa gak minta tolong sama yang punya kehidupan? Manusia yang lupa Allah aja ditolongin, apalagi mereka yang sengaja memohon pertolongan. Jadi, apa yang perlu ditakutkan?
Malu karena banyak dosa? Merasa gak pantes minta tolong? Saya juga pernah ngalamin. Rasanya Allah gak mungkin mau denger do'a saya yang berlumur dosa di mana-mana. Tapi, siapa saya berani menilai Tuhan seperti itu?
Dari obrolan saya dengan Nyai, ada poin lainnya yang cukup penting: sebenernya minta tolong sama Allah itu sederhana. Dia mau kita—sebagai manusia itu jujur—dengan apa yang kita mau. Minta aja semuanya, ceritain semua rencana kita dari A sampe Z. Kalau pengen punya rumah, ceritain kamu mau rumah seperti apa, apa warna pintunya, gimana bentuk jendelanya, luas halamannya, semuanya.
Gak perlu sungkan, jangan samakan Allah dengan manusia yang masih menilai masa lalu buruk kita. Masa bodoh siapa kamu, Allah bisa merancang yang sama persis atau bahkan lebih baik dari mimpi yang kamu mau. Gak ada yang pernah bisa bayangkan seluas dan sehebat apa Allah mewujudkan doa-doa kita, iya kan?
Yang jelas, emang gak semua manusia bisa berpikiran sesederhana ini. Tapi yang harus kita tau, gak bisa melihat masa depan juga bagian dari karunia Allah. Dengan begini, hamba-hamba-Nya mau berusaha mencari jalan keluar. Mau keluarnya di pintu mana, ya gimana Allah aja.
Coba inget-inget, doa apa yang udah Allah kabulkan ketika kita sendiri aja udah lupa? Doa apa yang Allah wujudkan dalam bentuk yang jauh lebih baik? Sebanyak apa hikmah yang Allah kasih ketika kita bahkan belum sadar juga?
Jadi, tugas kita mempercayakan semuanya, sebab Allah punya sifat-sifat agung yang gak bisa kita temukan dimanapun. Sayang banget kalau kita gak mengandalkan Tuhan Yang Maha Segala-galanya. Siapa lagi yang mau menyanggupi semua harapan kita kalau bukan Allah?
Untuk pertanyaan kenapa Tuhan punya rencana lebih baik? Jawabannya adalah: karena Tuhan melihat apa yang gak kita lihat, mendengar apa yang gak kita dengar. Dari jumlah mahluk tak terhingga yang berdoa di setiap detiknya, Allah mendengarkan semuanya—termasuk doa kamu, iya kamu, heuheu.
Cangkeman.net - "Jika rencana kamu gagal, Allah punya rencana yang lebih baik."
Kurang lebih seperti itu kalimat yang sering terlihat di media sosial, spanduk, atau sekadar grafiti yang dibuat anak jalanan di tengah malam. Sakin seringnya nemu, rasanya ungkapan tersebut gak berdampak apapun, dan sebenernya gak jadi motivasi juga.
Karena cape sama kehidupan yang ngalor-ngidul dari yang dibayangkan, ungkapan berbau agamis jadi terdengar klise. Apa iya, rencana Allah lebih baik? Terus, kapan? Sampe kapan saya nungguin rencana Allah yang "katanya" lebih baik itu?
Saya yakin gak cuman saya yang pernah merasakan hal serupa. Nunggu rencana Tuhan terdengar seperti sesuatu yang gak pasti, sedangkan saya sebagai manusia, ya haus kepastian.
Ibarat jalan di dalam ruangan yang gelap, bakal ada yang namanya rasa was-was. Saya punya insting alami—meskipun udah hafal betul isi ruangan itu apa aja, kalaupun ada seseorang yang membantu menuntun jalan—ketakutan tetap datang ketika saya gak bisa melihat apa-apa.
Dalam kehidupan, rencana sengaja kita buat sedemikian rupa karena kita udah membayangkan alurnya, kita tau jalan A akan gimana dan jalan B akan seperti apa. Tapi tetep aja, manusia buta masa depan. Makanya, waktu satu rencana yang kita jalankan ternyata gak sesuai, manusia dilanda ketakutan.
Sampai pada suatu hari, saya dipertemukan dengan salah seorang teman lama setelah 3 tahun gak ketemu, sebutlah Nyai. Dari jaman SMP dulu, Nyai ini perempuan taat agama yang memang hidupnya gak macem-macem. Tapi tetep, Nyai juga manusia yang pernah dilanda ketakutan yang sama.
Dalam satu waktu, obrolan kita berdua menyadarkan saya, yang akhirnya saya tuangkan dalam artikel ini. Simak baik-baik ya, semoga nyampe maksud dari percakapan kala itu.
Begini, kita hidup di tempat yang selalu ada kejutan di dalamnya, gak bisa diprediksi di depan sana akan terjadi hal apa. Kalau dunia itu ibarat ruangan gelap, bisa jadi, sebetulnya ada pemandangan mengerikan (yaitu kejutan) di hadapan kita; tapi karena gelap, ya kita gak bisa liat. Artinya, gak tau apa-apa, gak melihat apa-apa; itu bisa berarti baik.
Coba bayangin, kalau kita melihat sengeri apa hal-hal yang akan dilewatin nanti, gak menutup kemungkinan kita memutuskan putar balik, atau bahkan memilih mati.
Sebaliknya, kalau kita bisa melihat ada keindahan di masa yang akan datang, bisa jadi kita memilih buat berhenti berusaha—karena merasa akhirnya bakal happy ending juga. Sampe sini ngerti lah ya?
Di sisi lain, pernah denger gak kalimat usaha gak pernah mengkhianati hasil? Maksudnya sih bagus, tapi kadang gagasan ini bisa bikin lupa diri juga. Seolah usaha lah yang menjadi satu-satunya harapan, satu-satunya yang kita andalkan. Hal ini membuat kita memberontak ketika seluruh usaha yang dikeluarkan ternyata gak membuahkan apa-apa.
Begitupun soal keadaan, mikirin hidup memang perlu realistis. Kita sadar, di dalam situasi yang gak memungkinkan, kita gak bisa apa-apa, wajar kalau rasanya udah putus harapan banget. "Gak mungkin aku bisa sampai sana, keadaan aku aja begini adanya.”
Kadang, baru satu rencana yang patah aja rasanya udah hancur banget . Jauh ... sebelum titik akhir, kita udah yakin kalau rencana itu bakal berakhir buruk. Tapi, siapa kita berani menentukan akhirnya?
Lalu, di sinilah puncak pembicaraan saya dan Nyai: kalau kita punya Allah, kenapa hanya bertumpu pada usaha dan keadaan? Betulkah manusia sesombong itu? Padahal usaha yang luar biasa hebatnya, berasal dari karunia Tuhan juga.
Kalau hidup gak juga sejalan dengan rencana, kenapa gak minta tolong sama yang punya kehidupan? Manusia yang lupa Allah aja ditolongin, apalagi mereka yang sengaja memohon pertolongan. Jadi, apa yang perlu ditakutkan?
Malu karena banyak dosa? Merasa gak pantes minta tolong? Saya juga pernah ngalamin. Rasanya Allah gak mungkin mau denger do'a saya yang berlumur dosa di mana-mana. Tapi, siapa saya berani menilai Tuhan seperti itu?
Dari obrolan saya dengan Nyai, ada poin lainnya yang cukup penting: sebenernya minta tolong sama Allah itu sederhana. Dia mau kita—sebagai manusia itu jujur—dengan apa yang kita mau. Minta aja semuanya, ceritain semua rencana kita dari A sampe Z. Kalau pengen punya rumah, ceritain kamu mau rumah seperti apa, apa warna pintunya, gimana bentuk jendelanya, luas halamannya, semuanya.
Gak perlu sungkan, jangan samakan Allah dengan manusia yang masih menilai masa lalu buruk kita. Masa bodoh siapa kamu, Allah bisa merancang yang sama persis atau bahkan lebih baik dari mimpi yang kamu mau. Gak ada yang pernah bisa bayangkan seluas dan sehebat apa Allah mewujudkan doa-doa kita, iya kan?
Yang jelas, emang gak semua manusia bisa berpikiran sesederhana ini. Tapi yang harus kita tau, gak bisa melihat masa depan juga bagian dari karunia Allah. Dengan begini, hamba-hamba-Nya mau berusaha mencari jalan keluar. Mau keluarnya di pintu mana, ya gimana Allah aja.
Coba inget-inget, doa apa yang udah Allah kabulkan ketika kita sendiri aja udah lupa? Doa apa yang Allah wujudkan dalam bentuk yang jauh lebih baik? Sebanyak apa hikmah yang Allah kasih ketika kita bahkan belum sadar juga?
Jadi, tugas kita mempercayakan semuanya, sebab Allah punya sifat-sifat agung yang gak bisa kita temukan dimanapun. Sayang banget kalau kita gak mengandalkan Tuhan Yang Maha Segala-galanya. Siapa lagi yang mau menyanggupi semua harapan kita kalau bukan Allah?
Untuk pertanyaan kenapa Tuhan punya rencana lebih baik? Jawabannya adalah: karena Tuhan melihat apa yang gak kita lihat, mendengar apa yang gak kita dengar. Dari jumlah mahluk tak terhingga yang berdoa di setiap detiknya, Allah mendengarkan semuanya—termasuk doa kamu, iya kamu, heuheu.

Posting Komentar