Jangan Berlama-lama dalam Euforia Emas Sea Games Sepak Bola, Indonesia!

CNN Indonesia

Penulis:        Fauzan Ibn Hasby
Editor:         Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Sebuah penantian yang begitu lama akhirnya membuahkan hasil yang dapat dituai oleh Timnas sepak bola Indonesia. Tepat pada gelaran Sea Games Kamboja 2023, Indonesia berhasil kembali menyabet emas di cabang olahraga sepak bola.

Timnas Garuda berhak mendulang emas setelah memastikan kemenangan dramatis di laga final kontra Thailand. Salah satu tim kuat langganan final tersebut berhasil dilibas timnas muda dengan skor 5-2.

Meski begitu, skor akhir yang terlihat cukup telak tersebut tak terjadi pada 90 menit pertama. Indonesia harus memastikan kemenangannya sebagai jawara Sea Games 2023 pada dua babak tambahan waktu. Hal itu terjadi sebab keunggulan yang sebelumnya dimiliki Indonesia berhasil disamakan oleh The War Elephant.

Lebih rincinya, pertandingan berjalan dengan Indonesia yang cukup mendominasi sejak awal. Alhasil, babak pertama benar-benar menjadi milik Indonesia sepenuhnya. Sebuah brace dilakukan oleh Ramadhan Sananta untuk membuat Indonesia mengungguli Thailand di babak pertama, tepat pada menit 21' dan menit 45'+4.

Thailand yang tertinggal dua gol di babak pertama sebenarnya tak banyak merubah pakem permainan. Namun dalam hal ini, intensitas serangan jadi lebih banyak dilakukan oleh pihak Thailand. Alhasil, kedudukan menjadi sama kuat. Thailand berhasil memaksa Timnas Garuda bermain di babak tambahan waktu.

Di babak pertambahan waktu setelah semua insiden yang ada, 3 pemain Thailand dan 1 pemain Indonesia diganjar kartu merah pada pertandingan tersebut. Keuntungan yang diberikan pengadil pada timnas muda semakin melanggengkan laju anak asuh Indra Sjafri tersebut. Alhasil, 3 gol dicetak di dua babak tambahan melalui Irfan Jauhari di menit 92', Fajar Fathur Rahman di menit 106', dan sebuah gol penutup dari Beckham Putra pada menit 120'.

Kemenangan Indonesia ini merupakan kemenangan yang dirindukan. Bagaimana tidak, untuk sekadar menggondol sebuah emas dari cabang sepak bola di helatan Sea Games, Indonesia harus menunggunya selama 32 tahun. Hal itu berbeda dengan Thailand yang justru begitu mendominasi helatan ini sepanjang sejarah dengan kumpulan medali emas terbanyak.

Meski demikian tak bisa dipungkiri, kebanggaan, rasa haru, kebahagiaan, serta rasa bersyukur pasti dirasakan oleh seluruh publik sepak bola tanah air. Paling tidak, penantian panjang ini ternyata menandakan bahwa sepak bola Indonesia masih ada sekaligus belum selesai.

Dalam hal ini, euforia atau perayaan memang sangat patut untuk digelar oleh seluruh elemen masyarakat. Sebab sudah sewajarnya, sebuah bangsa merasakan getar di dada melihat tim nasionalnya menyabet gelar emas kembali. Meskipun sebenarnya hal itu hanya baru terjadi di pentas Asia Tenggara. Tak hanya itu, hal itu pun baru dapat diwujudkan kembali setelah jeda 32 tahun lamanya.

Sebuah pembahasan klise tentang kemajuan sepak bola tanah air terus mendengung setiap tahunnya. Pergantian tampuk kepemimpinan, pembenahan program, sampai naturalisasi yang tak henti-henti terus menerus dilakukan secara bergantian. Namun naas, itu semua masih belum cukup.

Sebab kita semua tak bisa terlalu naif untuk terus berlebihan dalam berbangga diri melihat kemenangan yang diraih pada helatan Sea Games tahun ini. Pada kenyataannya sebuah ironi besar justru tampak nyata di pelupuk mata kita semua. Bahwa negara terbesar di Asia Tenggara dengan penduduk terbanyak, baru berhasil mengumpulkan 3 buah emas dalam cabang sepak bola sepanjang sejarah Sea Games. Bahkan dalam hal ini, negeri jiran Malaysia sebagai negara yang jauh lebih kecil dan lebih sedikit dalam hal populasi telah jauh melampaui kita. Total 6 medali emas di cabang sepak bola pada ajang Sea Games sejauh ini telah berhasil mereka kumpulkan.

Ironi besar yang nyata ini tak boleh kemudian secara otomatis tenggelam setelah prestasi di ajang kali ini. Meski terkesan sentimen, justru hal ini perlu terus dipupuk dalam pikiran kita semua, guna mengingatkan semua pelaku pada ranah sepak bola dalam negeri tetap menyadari bahwa kita masih jauh di belakang.

Faktor-faktor, macam-macam indikator, hingga beribu-ribu solusi dari argumentasi yang berseliweran harus terus dibahas. Sebab kemajuan sepak bola Indonesia masih jauh dari kata layak. Sebab apresiasi pada sebuah prestasi yang berjarak begitu lama ini membutuhkan banyak reminder.

Pengingat tersebut harus terus disuarakan oleh seluruh pecinta sepak bola tanah air. Perbaikan liga dari semua kasta di dalam negeri, pemerhatian terhadap akademi muda, pengelolaan klub, pengelolaan masif dari evaluasi terus menerus bagi federasi harus terus dilakukan. Sebab tak dapat dipungkiri, lingkaran mafia, praktik korupsi, hingga bumbu politik selalu ada dalam sentuhan federasi sepak bola kita.

Salah satu contoh paling besar saja dekat-dekat ini seperti insiden kanjuruhan tahun lalu, sangsi dari FIFA, liga yang berjalan tanpa promosi dan degradasi di musim ini, gagalnya piala dunia U-20, hingga keruwetan yang terjadi pada pemilihan ketua umum PSSI yang terlihat seperti tersistem dari dalam dengan berganti-gantinya calon bahkan sebelum dilantik secara resmi.

Hal-hal fundamental demikianlah justru yang harus terus diingatkan. Biarkan euforia tetap berlalu, sebab prestasi perlu dijunjung tinggi. Namun lagi-lagi, kita semua perlu realistis untuk terus meraba dan mengevaluasi.

Tahun ini benar-benar harus dijadikan momentum bagi kita semua. Berhasilnya timnas muda dalam ajang Sea Games, hingga lolosnya kembali timnas senior ke ajang Piala Asia setelah menunggu 15 tahun harus dijadikan langkah awal kebangkitan. Semua yang dianggap masalah dalam sepak bola tanah air harus terus ditumpas. Sebab virus memang pada dasarnya harus dibasmi, bukan malah dipelihara dari generasi ke generasi.

Sebagai sebuah cabang olahraga dengan ketertarikan yang paling besar dari seluruh elemen masyarakat, maka sudah seharusnya sepak bola diperhatikan lebih tinggi dari cabang olahraga yang lain. Sebab kemenangan-kemenangan yang begitu banyak setiap tahunnya dari cabang badminton, angkat besi, dayung, hingga panahan tak pernah benar-benar menggetarkan publik tanah air. Satu-satunya alasan karena dari kesemua cabang tersebut memang sudah menjadi spesialis kita di setiap ajangnya. Maka tak berlebihan jika kita semua harus segera sampai pada fase dimana bila timnas juara di kancah internasional di setiap tahunnya sudah tak terlalu terasa kebanggaan dan euforia yang dikeluarkannya. Satu-satunya alasan karena kita berharap dapat menjadi tim yang benar-benar kuat dan terbiasa menjadi juara.

Fauzan Ibn Hasby

Pengen jadi Fabrizio Romano!