Khotbah Cangkem Elek: Perihal Iman

Rodolfo Clix

Penulis:            Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Ada banyak pertanyaan dari teman-teman tentang cara saya beragama. Meski di KTP saya tertulis agama saya adalah Islam, mungkin cara hidup saya (menurut kebanyakan orang) itu bebeda dan tidak mencermikan seorang mumin. Ada banyak argumen yang bisa dijadikan contoh.

Saya sendiri sebenarnya punya banyak jawaban perihal tentang ke-Islam-an saya ini. Tapi saya lebih banyak menahan diri untuk menjawab tentang hal itu. Daripada menjawab, saya terkadang malah lebioh sering bertanya ke dalam diri saya sendiri, apakah saya benar-benar Islam?

Tapi bukan berarti saya tidak yakin dengan adanya Allah sebagai Tuhan dan kanjeng Rasul Muhammad sebagai pembawa ajaran-Nya. Kalau kita break down lebih jauh, kayanya saya lebih mempertanyakan apakah definisi Islam menurut saya itu sama dengan definisi Islam menurut orang-orang yang mempertanyakan ke-Islam-an saya?

Oleh karena itu, daripada saya bertanya ke orang-orang tentang definisi Islam menurut mereka bagaimana dan saya menjelaskan menurut saya bagaimana, lebih baik saya menuliskan cara saya beragama, baik dalam pikiran, perbuatan, dan perkataan. Jika Tuhan menghendaki, saya akan menulis ini di Cangkeman.net dan akan tayang setiap Jumat sebelum salat Jumat. Nama rubriknya saya kasih nama Khotbah Cangkem Elek. Karena ini khotbah yang keluar dari Cangkem (mulut) orang yang Elek (jelek).

Yang pertama yang akan saya bahas adalah perihal Iman.

Iman, dalam agama apapun itu udah jadi hal yang wajib, menjadi landasan utama. Namanya juga kepercayaan -walaupun beberapa orang beragama tidak mau disamakan antara agama dan kepercayaan-, yang namannya Iman atau percaya adalah dasar dalam seseorang beragama.

Iman, atau rasa percaya pada suatu nilai dari agama menurut saya adalah sesuatu yang cukup subjektif. Jangankan berbeda agama, satu agama saja dengan mengaku Imannya sama, tapi ternyata kalau dibedah di dalam kepalanya, maksudnya bisa sangat berbeda. Maka sudah pasti tingkat keimanan seseorang sebenarnya tidak dapat diukur oleh orang lain, karena Iman-nya sendiri belum tentu sama.

Tapi, (menurutku) karena jaman membutuhkan, agama menjadi suatu konstitusi yang membentuk hukum-hukum dalam beragama yang mungkin kalau dalam dunia Islam disebut fiqh.

Hukum-hukum agama apapun memang dibuat untuk "nilai persatuan" dari suatu agama dan agar memudahkan orang-orang dalam menjalankan agama. Juga sebagai pembentuk garis-garis agar ke-Imanan seseorang yang bersifat subjektif dapat lebih mudah dipraktekan dan dihitung dengan nilai-nilai objektivitas seperti peribadatan dll. Iman akhirnya dinilai dari seberapa seseorang menjalankan aturan agama dan meninggalkan larangan agama. Semakin dia mengikuti aturan itu, semakin tinggi Imannya.

Lalu bagaimana orang beragama namun tidak menjalankan aturan atau hukum-hukum produk agama tersebut?

Kalau dalam Islam, ada kelompok namanya Khawarij, mereka tidak bisa menerima orang yang mengaku Islam namun tidak menjalankan aturan-aturan Islam. Orang-orang ini bisa disebut kafir atau telah keluar dari Islam oleh orang Khawarij. Sementara ada lagi kaum namanya Mutazilah, mereka menyebut orang-orang yang mengaku beragama Islam namun tidak menjalankan hukum-hukumnya, disebut Fasik.

Tap bagi saya, sebenarnya yang namanya rasa percaya itu adanya di dalam hati dan yang mampu mengukurnya itu yah pribadi masing-masing. Maksudnya, beriman itu adalah ketika kita meyakini suatu nilai, kita tidak lepas dari nilai itu. Nah, kan yang memiliki rasa yakin pada suatu nilai kan pribadi masing-masing, harusnya pribadi masing-masing lah yang menilai bahwa dirinya masih beriman dengan nilai yang dianut atau tidak.

Sementara untuk keimanan orang lain, kita tidak berhak ikut campur mengecap dia kafir, fasik, atau apapun itu. Karena bisa jadi mungkin yang kita anggap se-iman, nyatanya berbeda iman dalam memahami sesuatu yang sama. Jadi boleh saja ada standar yang kita tetapkan sebagai ukuran kita masih beriman atau tidak, namun standar itu dijadikan sebagi standar untuk diri kita sendiri, bukan orang lain.