Membaca Karakter Orang dari Cara Salat Jumat

Penulis:  Joko Yulianto
Editor:    Thiara

Cangkeman.net - Meski bukan jebolan mahasiswa psikologi, saya kerap dimintai banyak orang untuk membaca karakter hingga nasib seseorang. Ya, saya punya potensi jadi peramal atau dukun. Bahkan dari wajah saja, saya bisa menilai kepribadian dan niat buruk seseorang yang kebetulan banyak dibenarkan oleh orang-orang terdekatnya.

Nah, saya coba membagikan tips dan trik membaca karakter orang bukan dari wajah atau latar belakang seseorang. Namun, melalui perilaku ketika seseorang salat Jumat. Saya pilih salat Jumat, karena memang di momen itulah banyak orang aktif berdandan rapi dan wangi untuk berbondong datang ke masjid.

Dermawan
Saya merasa menjadi orang paling tidak dermawan pada hari Jumat. Tapi ketika salat Jumat, hampir semua orang mendadak jadi dermawan. Ciri orang dermawan dapat dinilai dari caranya bersedekah.

Ketika kotak amal diputar ke jamaah, biasanya orang dermawan malah tidak memasukkan uang ke kotakan itu. Setelah hampir semua jamaah pulang usai salat, ia diam-diam menghampiri kotak amal di pojok masjid dan memasukkan sedekahnya.

Sementara manusia dermawan palsu, biasanya malah suka memasukkan lembaran dua ribuan dengan hati-hati agar tidak kelewat untuk dipamerkan ke jamaah di samping kiri dan kanannya. Meskipun banyak petuah jangan menilai seseorang dari yang tampak, namun perilaku itu bisa sedikit memberikan gambaran niat dan karakter seseorang.

Egois
Karakter egois dapat dilihat dari cara menggelar sajadah saat hendak salat. Manusia egois akan menggelar sajadah untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, bagi manusia yang suka berbagi akan membagi sajadahnya untuk jamaah di kiri atau kanan. Bahkan dengan sajadah kontet, ia rela berbagi agar ndasnya tidak bau superpel bekas lantai.

Karakter egois berikutnya dapat dinilai dari cara seseorang mengisi saf. Manusia egois ketika ikamah akan berdiri pada posisi duduknya, bodo amat di depan masih longgar. Orang tersebut justru menunggu jamaah di belakang mengisi saf di depannya.

Manusia seperti ini jelas tidak ingin pahala sebesar onta, sapi, dan kambing yang bisa didapat ketika ia berada dekat dengan imam. Mendapat ayam pun ia rela, asalkan bisa pulang cepat ketika imam mengucap salam.

Tidak Sabaran
Manusia kesusu bisa dilihat ketika mendapati imam yang memilih ayat-ayat panjang ketika salat. Orang tidak sabaran akan aktif batuk-batuk gadungan. Beberapa di antaranya akan mengekspresikan kekesalan dengan mendesis berharap segera melakukan rukuk. Dalam hati jamaah tidak sabaran mungkin, “Qulhu ae, lek!”

Ketidaksabaran orang juga dilihat dari caranya melakukan gerakan salat yang kerap mendahului gerakan imam. Sat-set-sat-set, selesai salat cabut sambil membawa makanan yang disediakan takmir masjid.

Manusia Teliti
Karakter lainnya adalah manusia teliti yang dapat dilihat dari caranya menghadap kiblat. Sebagai pemuja ilmu geografis, ia akan mengukur detail lokasi Ka'bah meski miring sujudnya menggusur lahan sujud jamaah lain.

Orang ini biasanya tidak patuh pada garis (lakban hitam) lurus penanda saf. Kurang miring sepersekian derajat dianggap tidak mengesahkan salatnya. Ia mungkin beranggapan bahwa ketidaktelitiaan saudara seimannya bisa menggesar kiblat yang mungkin menyasar ke Israel.

Suka Sunah
Nah, yang terakhir adalah manusia penggila sunah. Ia biasa datang ke masjid dengan parfum-parfum nonalkohol, pakaian putih polos tanpa gambar dan tulisan, serta menolak salaman setelah salat. Pokoknya yang pernah didengar sunah, ia jalankan. Perkara perbedaan tafsir dan tidak bisa baca kitab, ia abaikan.

Manusia karakter terakhir ini biasa menjadi idola kaum hawa. Calon imam keluarga yang sempurna. Terlihat alim dan mampu membawa istri ke surga yang penuh bidadari, pohon yang rindang, dan sungai susu tanpa gula.

Itulah beberapa karakter orang yang biasa saya nilai pas salat Jumat. Ya, begitulah saya kalau salat Jumat, lebih suka menilai karakter orang daripada mendengarkan khotbah yang kebanyakan khatib tidak paham rukun salat Jumat. Daripada salat Jumat saya tidak sah karena sambat pemilihan khatib yang asal-asalan, mending saya habiskan waktu untuk mengamati jamaah sekitar.


Joko Yulianto

Esais. Penggagas komunitas seniman NU.