Gara-Gara Spanduk Pecel Lele, di Makassar Semua Lelaki Jawa Dipanggil Mas

Liputan6.com

Penulis:            Natacia Mujahidah
Editor:              Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Suatu hari saya tidak sengaja ngobrol dengan teman semasa kuliah di Jogja dulu. Entah karena apa, saya spill cerita tentang bapak saya yang dipanggil "mas" oleh orang-orang. 

“Lah emang umur bapak mu berapa? Bukane udah tua kok tetap dipanggil mas sih lucu banget.” Katan temanku sambil ngirim emoticon menangis.

Teman saya yang orang Jawa tulen ini kemudian menjelaskan bahwa panggilan mas biasanya identik dipakai untuk memanggil kakak atau orang-orang yang umurnya di atas kita (yang masih tergolong muda-mudi). Tapi hal ini tidak berlaku di kota kelahiran saya, Makassar.

Di Makassar tidak peduli berapapun umurmu selagi kamu menunjukkan identitas “wong Jowo” kamu akan tetap di panggil mas. Ditambah lagi kalau kamu berprofesi sebagai pedagang atau penjual makanan. Entah itu pedagang kaki lima sampai yang punya rumah makan mentereng juga tetap di panggil “mas”. Bapak saya misalnya, di umurnya yang sudah mencapai kepala lima beliau masih tetap dipanggil mas oleh tetangga dan pelanggan rumah makan kami.

Untuk kasus bapak saya sendiri sepertinya panggilan mas ini dipakai karena rumah makan keluarga kami yang dinamai dengan “Warung Sari Laut Mas Junaidi” nama warung pecel lele yang juga dianggap tidak familiar di telinga teman saya tapi sangat banyak sekali dijumpai di Makassar.

Kalau diingat-ingat lagi dulu waktu saya kuliah di Jogja yaa memang tidak ada nama warung apalagi pecel lele yang pakai embel-embel “mas” di spanduknya. Biasanya pemilik warung memakai lettering yang tulisannya pecel lele cak gendut, Pecel lele bu Yani, Pecel lele Yutik atau bahkan hanya menggunakan simbol logo persela di spanduk mereka. Warung-warung lainnya juga gitu, gudeg yu Tum, mie ayam bu Tumini pokoke saya belum pernah lihat yang pake embel-embel mas di spanduknya.

Hal ini berbanding terbalik dengan vibe di Makassar. Yaa walaupun tidak bisa dipastikan kalau semuanya pakai nama mas tapi hampir setiap warung pecel lele yang kita jumpai di pinggir jalan ada embel-embel mas atau mbaknya di spanduk yang mereka pasang (warung sari laut Mas Junaedi dan warung mbak Atun misalnya).

Oh ya sekadar informasi untuk yang belum tahu di Makassar warung pecel lele itu dinamai dengan warung sari laut. Saya kurang tau sebab pastinya kenapa namanya sari laut tapi kemungkinan ada hubungannya dengan berbagai macam lauk yang mereka jual. Tidak sebatas pecel lele dan ayam saja di warung pecel lele yang ada di Makassar, melainkan ada berbagai menu seafood dan Ikan Laut. Jadi gambar di spanduknya biasanya lebih rame dengan melibatkan udang, cumi, kakap, wa akhwatuha.

Tidak hanya warung pecel lele saja yang menggunakan embel-embel mas. Bahkan penjual es cendol kaki lima pun ada yang memberi nama dagangannya dengan menggunakan kata “mas” (Cendol mas Dower misalnya). Warung bakso pun tidak ketinggalan mengikuti jejak yang sama. Dan bisa dilihat walaupun semua pedagang ini berasal dari berbagai kabupaten bahkan provinsi di Jawa semuanya kompak menyisipkan kata “mas” dalam menamai dagangan mereka.

Tentu saja tidak ada kesepakatan tertulis dari seluruh wong Jowo yang merantau di Makassar mengenai hal ini. entah ada maksud marketing terselubung atau bagaimana, yang jelas karena penamaan warung makan dan dagangan dengan embel-embel mas ditambah pula yang jualan pasti orang jawa inilah yang menjadikan penduduk asli Makassar kebanyakan memanggil orang-orang Jawa dengan sebutan Mas/Mbak walaupun usia kamu sudah kepala lima sekalipun.

Coba saja kalau nama nama spanduk warung pecel lelenya lebih bervariatif pake bude, pakde misale. Mungkin warga sekitar juga memiliki kosa kata baru untuk menyapa para wong jowo ini wkwkw.

Natacia Mujahidah

Fresh Graduate yang memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan kemampuan secara profesional.