Khotbah Cangkem Elek: Ini Semua Tentang Waktu

Jordan Benton on Pexels

Penulis:        Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - "Gerak melahirkan waktu." Begitu kata Aristoteles. Beda lagi kata Newton, "Ruang dan waktu itu mutlak." yang langsung dibantah oleh Einstein yang bilang, "Ruang dan waktu itu relatif."

Saya tidak ingat benar sejak usia berapa kalau saya sangat tertarik dengan waktu. Saya -dan mungkin banyak orang- bertanya kalau waktu itu sebenarnya apa? Jika waktu adalah ciptaan Tuhan, maka ketika Tuhan menciptakan waktu, itu di waktu kapan? Tapi jika waktu lebih dulu ada daripada Tuhan, berarti Tuhan tidak awal. Mumet kan?

Manusia sendiri sejak jaman dahulu sudah mengaung-agungkan waktu. Orang-orang Yunani bahkan memberi nama waktu dengan dewa-dewa mereka. Seperti waktu hari pertama disebut dewa matahari, hari kedua dewa bulan dst. Hingga dibawa ke orang Eropa yang memberi nama hari dengan nama hari Matahari (Sunday) dst.

Tradisi Arab dan Yahudi juga demikian. Walaupun mereka menamai hari dengan angka, seperti hari kesatu (Ahad), hari kedua (Isnain) dst. Tapi dalam beribadah, mereka tetap menggunakan waktu. Di Arab pra kenabian kanjeng Rasul Muhammad juga ada waktu-waktu tertentu mengunjungi Kabah (seperti ibadah haji), setelah era Islam juga sama. Bahkan ibadah yang paling utama umat Islam yaitu Salat sering disebut ibadah yang ditentukan waktunya.

Orang Jawa juga sama, mereka sangat peka terhadap waktu. Dalam urusan pernikahan hingga bepergian, mereka punya kebiasaan untuk menghitung waktu baik dan waktu sial. Bahkan beberapa kasus ada beberapa teman saya yang gagal menikah karena hari lahirnya tidak sesuai dengan si calon.

Saya sendiri sebenarnya tidak percaya-percaya amat dengan mitos-mitos waktu dari kebudayaan manapun. Meskipun tidak 100% membantah juga hal-hal demikian. Bagiku, terkadang kebudayaan itu memang sesuai pada masa tertentu dan tidak sesuai di masa lainnya. Misal dalam menentukan waktu pernikahan tidak boleh di tanggal tertentu karena jika dihitung, 9 bulan hingga satu tahun setelah pernikahan adalah masa kemarau, sehingga sangat riskan kalau menikah lalu beranak yang anaknya lahir di masa kemarau dan kekeringan.

Waktu bahkkan sering dijadikan perdebatan para ilmuan. Apakah waktu dapat dibengkokkan, wapakah waktu dapat dimaju dan dimundurkan, dan pertanyaan lainnya yang sangat banyak jika kita membahas tentang waktu.

Namun pada akhirnya, kita boleh saja mendefinisikan waktu itu apa, waktu itu bagaimana dan blablablabla. Tapi toh bukankah sebagai manusia yang terpenting bukan itu, yang terpenting kan kita mengisi waktu-waktu itu dengan perlombaan, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan.

Kalau saya boleh bersumpah atas nama waktu, maka demi waktu, saya tak hirau mau waktu berjalan maju, mundur, maju, mundur cantik atau ke kanan dan ke kiri, asalkan sang pemilik waktu tidak marah pada saya, saya rela.

Seharusnya dengan kebuntuan kita memahami waktu dengan sempurna, kita sadar wahwa kita hanyalah makhluk kecil yang tak bedaya, perkara waktu saja yang setiap saat menemani kita saja, kita tak mampu menggapainya.

Sudahlah, jangan dimumet-mumet. Intinya, ada atau tidak adanya waktu atau bagaimanapun waktu itu sebenarnya, maka tetaplah berbuat baik, berbuat baik, dan berbuat baik.