Khotbah Cangkem Elek: Jodoh Itu Nasib atau Takdir?

Manu Mangalassery on Pexels

Penulis:        Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Saya adalah salah satu orang yang sering menggunakan kalimat yang dipopulerkan seorang budayawan bernama Sudjiwo Tedjo yang bunyi kalimatnya begini, "Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir, kau bisa berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kau rencanakan cintamu untuk siapa."

Dari kata-kata tersebut aku mengambil kesimpulan kalau nasib adalah sesuatu yang dapat kita rubah, sementara takdir adalah sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Tuhan dan kita tidak dapat merubahnya. Hal ini aku yakini pula karena aku membaca Quran Surat Ar-Rad ayat 11 yang bunyinya, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya." Jelas pada surat tersebut kalau yang namanya nasib itu dapat dirubah.

Lalu muncul pertanyaan, kalau nasib dapat dirubah dan menikah adalah nasib, apakah berarti jodoh kita adalah sesuai kehendak kita? Kita yang menentukan? Lalu bukankah jodoh itu di tangan Tuhan? Ini kan jadi suatu hal yang paradox?

Hmmm begini, saya meyakini kalau takdir dan nasib memang suatu hal yang berbeda, tapi bukan berarti keduanya tidak saling berkaitan. Nasib dan takdir adalah dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi satu sama lain. Kalau aku mengibaratkannya, takdir itu suatu garis besarnya, lalu nasib itu hal-hal yang lebih mendetail.

Kalau dalam konteks yang kita bicarakan ini, maka saya akan menjelaskan nasib dan takdir melalui jodoh yang dalam hal ini akan difokuskan pada pernikahan. Walaupun saya meyakini yang namanya jodoh itu bukan hanya tentang pernikahan. Pertemuan antar teman, rekan bisnis, dll itu juga termasuk jodoh. Namun kita akan batasi pembahasan pada bagian pernikahan saja.

Bersandar dari kalimat Sudjiwo Tejo di atas, menurut saya, hati, perasaan adalah kehendak Tuhan. Kita enggak tau kenapa kita bisa suka atau marah pada sesesorang, meski pada spektrum tertentu kita merasa dapat mengendalikannya, namun sebenarnya yang dapat kita kendalikan adalah action  kita setelah rasa itu muncul. Rasa suka dan marah yah tetap saja ada dalam diri kita.

Misal begini, ketika kita bertemu seseorang, kita bisa saja jatuh cinta terhadap orang tersebut. Entah dalam waktu dekat atau biasa disebut cinta pandangan pertama atau juga dalam waktu yang cukup lama baru kita merasa cinta. Kadang awalnya benci eh lama-lama jadi cinta juga ada, begitu sebaliknya.

Kita bisa saja melogikakan ketika kita cinta dengan seseorang. Entah karena kita tertarik dengan parasnya, kebaikannya, atau kecerdasaanya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, dari sekian banyak orang yang kita temui, saya yakin pasti kita tidak menemukan kriteria orang yang kita cintai hanya pada satu orang itu saja, pasti sebelumnya atau setelahnya pernah menemui orang-orang yang serupa. Tapi apakah rasanya akan serupa? Yahh belum tentu. Itulah yang dinamakan takdir.

Sementara setelah takdir itu, kita berkehendak apakah akan mengutarakan rasa kita kepada yang bersangkutan atau tidak. Kita bisa memilih akan diam saja, mengajaknya pacara, taaruf, menikah atau hanya mengungkapkan rasa kita saja, itu hak kita. Keputusan-keputusan kita inilah yang dinamakan nasib.

Makanya saya kurang setuju jika ada orang yang gagal dalam rumah tangga atau gagal sebelum berumah tangga, lalu mengatakan. "Yah namanya bukan jodohnya." 

Bagiku, jodoh itu kita sendiri yang menentukan, karena hal itu masuk dalam ranah nasib. Namun bukan berarti itu tanpa campur tangan Tuhan. Karena keputusan-keputusan kita dalam mencari jodoh, biasanya akan berlandaskan rasa yang Tuhan telah tetapkan. Seperti menikah, pasti kita akan lebih banyak memutuskan menikah dengan orang yang kita cintai daripada yang kita benci. Yang jadi masalah adalah, takdir Tuhan enggak ada yang tau, hari ini cinta, setelah kita nikahi kok benci.

Nah di saat takdir berubah-ubah inilah peran logika kita menentukan nasib. Jika kita sudah berkomitmen pada seseorang, rasa di hati mungkin bisa berubah, tapi jangan pernah tinggalkan logika-logika di kepala, jika rasa di hati kiranya tidak masuk dengan logika kita, kita patut berdoa agar hati digerakkan pada hal yang benar, karena siapa tau memang Tuhan sedang menguji kita dengan takdir-takdirnya. Ingat, takdir memang tidak dapat berubah bagi kita, tapi bukankah Tuhan maha segalanya?

Jadi, jodoh itu harus diperjuangkan, seperti Surat Ar-Rad tadi, yang namannya nasib yah kita sendiri yang mengubah. Mau jodoh kamu orang yang saat ini dekat denganmu, mau orang yang jauh, atau jodoh kamu orang nomor 3 di tanda pesawat juga itu kamu yang mengusahakan.