Manfaatkan AI untuk Cari Duit, Bukan untuk Iseng dan Pamer
Penulis: Joko Yulianto
Editor: Nurul Fatin Sazanah
Pada tahun 90-an, AI mulai digunakan di Indonesia untuk aplikasi bisnis, seperti sistem informasi manajemen, keuangan, dan pemasaran. Namun, penggunaan AI masih terbatas pada beberapa perusahaan dan organisasi yang mampu berinvestasi dalam teknologi tersebut.
Kemunculan ChatGpt mengejutkan masyarakat yang kemudian bermunculan puluhan aplikasi dan website penyedia aneka ragam “manusia teknologi”. Konten kreator mulai membongkar alamat website beserta fungsinya dari bidang teks, audio, visual, dan audio-visual.
Membuat artikel, copywriting, script YouTube, dan ide lainnya hanya butuh waktu kurang dari semenit. Begitu pula membuat suara narator profesional hingga editing suara pas nyanyi fals. Bisa juga editing gambar mirip maestro desain 3D dan membuat konten video yang singkat dan berkualitas.
Banyak pengamat menilai, kegagapan masyarakat menggunakan teknologi AI akan berdampak pada nasib pekerjaan ketika perusahaan mulai aktif menggantikan buruh dengan teknologi. Manusia akan musnah berganti robot-robot buatan manusia itu sendiri.
Dari banyak teman yang saya temui, rupanya masih jarang yang tahu tentang perkembangan AI yang mulai menjajah skill yang semula begitu dibanggakan. Bahkan, dengan AI saya bisa menjadi desainer, online marketing, penulis anti typo, musisi, hingga sinematografi.
Saya menggeluti perkembangan AI awal tahun 2023. Meskipun terkesan telat, setidaknya masih banyak pekerjaan part time yang bisa saya kerjakan dalam sekejap dengan bantuan AI. Bayangkan kalau pemberi pekerjaan mengetahui apa yang sudah saya kerjaan. Bukankah akan habis pekerjaan yang membutuhkan keahlian dengan waktu dan kualitas yang lebih baik?
Dengan AI, saya bisa menulis 10-20 artikel setiap hari untuk kebutuhan blog pribadi saya. Bahkan, juga membuat logo, poster, dan beragam konten di YouTube.
Meskipun hasilnya lolos plagiasi dari Google dan media sosial lainnya, setidaknya ada kesamaan struktur karya yang dibuat menggunakan AI. Bahkan, mungkin editor artikel media masih susah membedakan tulisan asli dan “palsu”, termasuk artikel yang saya buat ini.
Jelas, AI menjadi tantangan bagi masa depan bangsa yang katanya proses menuju generasi emas. Bonus demografi yang seandainya bisa memanfaatkan perkembangan AI bisa menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya.
Namun, harapan itu sedikit luntur ketika saya bertemu beberapa orang yang kebetulan baru tahu tentang kejutan-kejutan yang ditawarkan AI. Pengetahuannya hanya digunakan untuk iseng dan pamer kepada rekan sejawat tanpa ada usaha untuk memanfaatkan AI sebagai sumber pendapatan tambahan, atau bahkan pendapatan utama.
Pamer hasil editing gambar dari AI di grup WhatsApp, bikin caption elegan di setiap postingan video pendek menggunakan AI, hingga sok asyik menawarkan bantuan desain poster yang menurutku biasa-biasa aja.
Dari kejadian itu setidaknya bisa diambil sedikit kesimpulan bahwa Indonesia mustahil mencapai kemajuan meskipun diberkahi penduduk usia produktif yang melimpah ruah. Manusia-manusianya masih suka pamer daripada gelisah bagaimana bertahan hidup di era digital. Mereka belum cukup mampu berpikir bahwa setiap bidang pekerjaan bakal bisa digantikan dengan AI. Ketika dipecat, mereka akan lantang menyalahkan presiden yang menurutnya tidak mampu menyejahterakan hidupnya.
Menyebarnya akses internet dengan kecepatannya, seharusnya bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk meraup pundi-pundi dollar dari kecanggihan AI. Menambah pendapatan per kapita dan memajukan ekonomi nasional. Daripada transfer TKI sebagai pahlawan devisa, seharusnya kita mulai mampu menjadi pahlawan devisa sejak saat ini. Mengeruk kekayaan bangsa-bangsa luar negeri dengan AI.
Jangan takut tidak bisa bahasa Inggris. Dengan AI semua menjadi lebih mudah, asal ada niat. Bukan malah digunakan untuk pamer di media sosial. Ealah, perilaku pamer menggunakan AI tidak akan membuat antum kaya. Malah bisa menghadirkan hinaan dari para master AI yang sengaja tidak dipamerkan, namun dimanfaatkan untuk mencari uang.

Posting Komentar