Mengenal Lebih Dekat Lokalisasi Panci, Wisata Rohani Warga Klaten

Media Indonesia

Penulis:        Joko Yulianto
Editor:          Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Namanya mungkin tidak begitu familiar di telinga warga luar Klaten. Kalah tenar dengan lokalisasi Baben yang mungkin setara dengan RRI Solo. Pun demikian sejak tujuh tahun lalu hijrah ke Klaten. Mendengar nama Panci, imajinasiku langsung membayangkan perabot rumah tangga untuk memasak.

Iseng saya buka di Google, istilah lokalisasi Panci memang tidak ditemukan, melainkan merujuk pada tempat prostitusi ilegal di Ngrendeng, Sobayan, Pedan, Klaten. Meski banyak bercecer lokalisasi di Klaten, tampaknya Panci menjadi pilihan lokalisasi favorit setelah Baben.

Namun sebelum mengenal lebih dekat dengan lokalisasi Panci, ada yang aneh tentang diksi yang digunakan media untuk menyamarkan tempat haram itu. Pertama tentu pemilihan kata panci yang tidak merujuk pada nama tempat yang jelas. Kedua penyematan kata wisata yang dijodohkan dengan tempat lokalisasi. Ya, mungkin maksudnya wisata untuk membahagiakan burung yang jarang dimanjakan “kandang-kandang” di rumahnya.

Terakhir penggunaan istilah lokalisasi ilegal. Memang ada lokalisasi legal atau prostitusi syariah? Apa pun itu, jelas berhubungan badan di luar nikah dilarang dalam hukum moral dan agama. Namun perkara boleh-tidaknya keberadaan lokalisasi tentu masih diperdebatkan karena menyangkut masalah ekonomi, sosial, dan budaya.

Sudah berumur 30 tahun lebih saya belum menikah. Banyak yang menyarankan saya untuk berwisata ke panci. Istilahnya latihan sebelum berkeluarga agar tidak kaget saat malam pertama. Tentu saya tolak, bukan karena saya alumni pondok, melainkan karena tidak punya duit buat bayar PSK yang katanya tarif permalamnya bisa mencapai ratusan hingga jutaan. Tergantung usia dan tekstur wajahnya. Ada harga, ada barang, katanya.

Nah, Panci ini bisa menjadi pilihan lokalisasi karena tempatnya cukup tersembunyi. Jauh dari kota dan tidak terlalu sering ada razia dari Tim Srikandi Babat Pekat Polres Klaten. Misalpun kena razia, hukumannya juga hanya dikenai tindak pidana ringan (tipiring) sesuai Peraturan Daerah Klaten Nomor 28 Tahun 2002 tentang Peredaran Miras jika sewa PSK-nya disertai pesta Ciu Bekonang. Sementara PSK-nya paling hanya diberikan himbauan untuk jangan mengulangi lagi.

Apakah banyak yang tobat? Tentu tidak, polisi tidak memberikan solusi atau jaminan ekonomi yang layak daripada penghasilan menjajakan susu dan vagina bagi lelaki bejat kaya raya.

Kabarnya, pelanggan wisata Panci berasal dari berbagai daerah. Mayoritas juga warga Klaten dari berbagai kecamatan. Sementara PSK-nya biasanya pemudi daerah sana yang lebih memilih putus sekolah namun bisa mendapat penghasilan yang lebih dari UMR Klaten. Daripada sekolah harus bayar ini dan itu, mending menjual badan ala kadarnya.

Menjadi PSK mungkin jadi pekerjaan keterpaksaan karena susahnya mencari pekerjaan yang layak ditengah dominasi industri kapitalisme. Lagi pula menjadi PSK juga menjadi pilihan pekerjaan yang tidak begitu melelahkan, malah kadang bisa menyenangkan kalau ketemu pelanggan yang masih muda, agaresif, dan tahan lama.

Karena sudah menjadi kebiasaaan, bekerja sebagai PSK sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu di sana. Lokalisasi prostitusi merupakan perkerjaan yang haram tapi jujur. Sementara berdasarkan hasil survei Durex (merk kondom) tahun 2019 terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Yogyakarta ada 33 persen remaja Indonesia sudah kehilangan keperawanannya di usia 18 - 20 tahun. Artinya dari 100 remaja, ada 33 orang yang sudah tidak perawan.

Remaja yang tidak bisa terlalu lihai memanfaatkan peluang menjual tubuhnya. Berhubungan badan dengan pacar atau temannya namun tidak diberikan uang. Sementara menjualnya ke wisata lokalisasi jelas dibayar. Sama-sama dosa, satu mendapat kenangan, satu lagi mendapat uang. Kalau mengabaikan moral dan agama, seharusnya mereka memahami bahwa tubuh wanita itu aset, investasi untuk memoroti orang-orang kaya yang susah menahan berahinya.

Di Panci, kita diajari untuk menjadi orang yang kreaktif dan cerdas memanfaatkan peluang di tengah budaya seks bebas. Menjadi wanita yang tidak naif. Daripada pura-pura berjilbab tapi hobi bermaksiat. Ingin dianggap alim tapi perilakunya seperti anjing.

Joko Yulianto

Esais. Penggagas komunitas seniman NU.