Sepak Bola Jadi Sasaran Para Caleg Berkampanye-ria
Penulis: Fauzan Ibn Hasby
Editor: Thiara
Tak hanya itu, sepak bola yang diminati banyak orang di Indonesia ini bukan sekedar untuk bersenang-senang saja. Nyaris di setiap kecamatan hingga tingkat desa memiliki klub-klub sepak bola lokal—yang rutin mengikuti kompetisi dengan taraf lokal pula. Tak jarang, klub-klub lokal tersebut berhasil menelurkan para bakat hebat. Perihal pengelolaan dan regenerasi bahkan terus berlangsung meski dalam keadaan finansial minim serta alat seadanya.
Hal di atas menunjukkan bahwa meski dalam keadaan serba seadanya, sepak bola sukses menjadi olahraga paling banyak diminati di negeri Ibu Pertiwi ini. Maka tak aneh, ketika Timnas Indonesia mendulang kesuksesan yang terhitung jarang itu—hampir seluruh masyarakat Indonesia merasakan kebanggaan serta kebahagiaan yang luar biasa.
Namun dalam hal ini, sepak bola sebagai olahraga paling populer dan memiliki banyak peminat, pada akhirnya sangat memungkinkan dijadikan alat atau sarana berpolitik. Sebagai negara penganut demokrasi, praktik politik begitu gencar dilakukan dengan memanfaatkan popularitas sepak bola. Hal ini dilakukan demi mendulang suara dan mencari popularitas dari elektabilitas politik mereka.
Dimulai dari partai politik itu sendiri, calon legislatifnya, tokoh pejabat publik, hingga relawan-relawan politik yang mengusung seorang caleg; sering kita temui melanggengkan kegiatan kampanyenya lewat olahraga ini. Alasannya tentu karena melalui sepak bola, mereka dapat mendulang banyak suara dari para peminatnya. Maka secara mekanis, di mana masa tersebut berkumpul dalam satu wadah, maka bisa dijadikan target untuk menebar jala di sana. Tak peduli apa pun halangannya.
Sebagai olahraga yang sudah terlanjur sangat lama ditunggangi banyak bumbu serta praktik politik, beberapa bentuk kampanye yang dilakukan oleh pelaku politik pun berbeda-beda. Berikut beberapa bentuk dari usaha kampanye politik yang menggunakan sepak bola sebagai alatnya.
Pertama, sebuah partai politik atau tokoh perseorangan yang tengah menjadi seorang caleg akan masuk pada ranah sepak bola melalui sponsorship. Dalam hal ini, tim yang disponsori bisa di tingkat lokal maupun klub bola yang sudah bermain di liga nasional.
Tak hanya mendulang suara dari hubungan yang dibangun dengan sebuah tim sepak bola. Melakukan sponsorship juga memungkinkan para caleg atau partai politik ini diberi dukungan kembali dari klub yang disponsori, atau bahkan legenda-legenda yang dimiliki klub.
Hal itulah yang kemudian tak jarang membuat penikmat sepak bola muak dan merasa risi—ketika kemenangan sebuah klub diakhiri dengan sebuah dokumentasi dukungan—dengan embel-embel ucapan terima kasih kepada salah satu caleg yang dipublikasikan.
Kedua, demi mendapatkan suara, biasanya sebuah partai atau bahkan tokoh yang tengah mencalonkan diri sebagai caleg akan membuat sebuah turnamen sepak bola. Hal ini bisa berupa kompetisi antar desa, kecamatan, atau bahkan pada ajang nasional dengan embel-embel hadiah besar. Hal itu tentu disetujui, sebab pihak klub sendiri membutuhkan finansial lebih yang bisa mereka dapatkan tak hanya dari geliat transfer saja.
Dalam hal ini, sebuah partai atau caleg yang diusung biasanya mengadakan turnamen sepak bola khusus di wilayah pemilihannya saja. Sehingga diharapkan, dengan embel-embel membantu memajukan sepak bola tanah air, nantinya para caleg atau partai tersebut dapat menjalin kedekatan dengan para penikmat olahraga populer ini. Kesempatan mendulang banyak suara pada wilayah pemilihan pun jadi sangat memungkinkan.
Tak hanya itu, praktik ini biasanya disertai dengan embel-embel hadiah besar bagi para tim lokal di pedesaan atau kecamatan. Dan lagi, sebuah poster kompetisi berbentuk baliho akan menancap dengan piala yang bertuliskan nama caleg yang diusung.
Terakhir, biasanya para caleg tersebut akan datang memberi sambutan pada pembukaan atau penutupan turnamen. Lalu berfoto bersama ketika pemberian hadiah kepada klub yang juara.
Ketiga, bentuk praktik politik lainnya bisa dilakukan dengan sekedar hadir di sebuah helatan kompetisi sepak bola. Dengan embel-embel diundang oleh pihak panitia yang juga memiliki hubungan erat dengan caleg, membuat mereka memiliki kesempatan banyak untuk menampilkan diri ke muka publik pencinta sepak bola. Tentu hal ini juga terjadi di ranah nasional maupun lokal.
Keempat, partai ataupun tokoh caleg akan memberi dukungan, serta ucapan selamat pada kesuksesan yang diraih sebuah tim sepak bola. Dalam hal ini, usaha tersebut dilakukan tentu untuk memberikan kesan dukungan terhadap kemajuan sepak bola tanah air di hadapan seluruh penikmat sepak bola.
Dari keempat hal di atas, praktik-praktik politik yang bertujuan untuk mendulang suara memang lazim dilakukan di Indonesia. Meski demikian, sebenarnya hal ini tak banyak tersorot media nasional. Entah karena memang praktiknya jarang ada, atau memang tak terpublikasi keberadaannya. Yang jelas, dalam kegiatan kampanye yang dilakukan pada ranah sepak bola sebagai alatnya, sangat dibolehkan. Sebab tak ada undang-undang atau aturan khusus yang membatasi hal itu.
Namun lagi-lagi, para caleg atau partai yang tengah kontestasi politik itu tentu harus diperhatikan dalam segi ketentuan dan regulasi nonformal yang disetujui oleh dua pihak, baik dari pihak sepak bola maupun dari pihak pelaku politik.
Sehingga aturan-aturan; seperti nilai-nilai, tujuan, regenerasi, hingga kemajuan sepak bola memang benar dapat tertolong melalui dana kampanye yang disalurkan melalui praktik politik ini. Namun jika hanya terpaku pada pencarian suara, dan tak benar-benar ikut mendukung kemajuan sepak bola tanah air, maka yang terjadi hanyalah sebuah praktik kampanye yang berisi piala kosong dan segepok uang saja.
Sebagai sebuah fenomena yang telah lama terjadi di Indonesia, praktik politik seperti ini sebenarnya tak hanya terjadi di tanah air saja. Bahkan di seluruh dunia, terkhusus di negara-negara yang menggunakan sistem demokrasi serta memiliki peminat sepak bola yang begitu banyak di negaranya. Brazil, misalnya.
Brazil merupakan negara dengan penggemar sepak bola terbesar di dunia. Maka praktik-praktik politik atau kampanye sering dilakukan oleh para pelaku politik di sana. Lebih spesifiknya lagi, saat helatan piala dunia Brazil 2014. Banyak sekali berita menginformasikan bahwa terdapat beberapa calon legislatif di Brazil yang memanfaatkan momentum ajang paling bergengsi di sepak bola dunia itu.
Mereka hadir dalam beberapa pertandingan, menyapa fans lokal maupun internasional, memberikan dukungan kepada tim dan pemain, hingga tak jarang sebuah pidato politik mereka lancarkan.
Contoh lain seperti di Inggris dan Prancis. Inggris sebagai negara dengan peminat sepak bola yang cukup besar membuat praktik politik dari para anggota parlemen atau partai politik masuk melalui ranah sepak bola. Mereka menghadiri pertandingan, mendukung pengembangan sepak bola usia dini, hingga menyatakan dukungan pada sebuah tim untuk menarik perhatian para fans dari tim tersebut.
Di Prancis, hal ini juga terjadi seperti di pemilihan presiden tahun 2017. Di mana salah satu calon, yakni Emmanuel Macron melakukan pertemuan besar dengan komunitas pemuda di stadion sepak bola. Hal itu juga dilakukan untuk menarik minat para pemuda yang mencintai sepak bola.
Terakhir, agar kita tak merasa sendirian. Ada satu negara yang paling kita contoh dalam banyak aspek selama ini, yakni Amerika. Meski sepak bola bukanlah olahraga terpopuler, faktanya, kemajuan sepak bola dan kemajuan liganya membuat para partai politik atau seorang calon legislatif juga melancarkan hal tersebut.
Dari pembahasan ini, kita semua sebenarnya sangat menyadari, bahwa sejak lama praktik politik di ranah olahraga memang banyak terjadi. Ibarat nasi telah jadi bubur, sepak bola memang sudah terlanjur menjadi opsi yang paling memungkinkan. Sebab sebuah pesta rakyat, kumpulan masa, hingga populasi yang banyak dapat dikumpulkan dengan begitu cepat hanya dalam sebuah pertandingan sepak bola.

Posting Komentar