Sifat-Sifat Menjengkelkan di Dunia Kerja

Fauxels on Pexels

Penulis:        Joko Yulianto
Editor:          Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Sudah lebih dari tujuh tahun saya bergelut dengan dunia kerja swasta yang menuntut kedisiplinan, kerja keras, dan teknik cari muka di depan atasan. Apalagi perusahaan saya dimiliki oleh orang keturunan Tionghoa Sementara penentu jenjang karir dan kenaikan upah didominasi orang Jawa yang suka dipuji dan di-srawungi agar lekas naik gaji.

Sementara saya orang yang lumayan introvert dan menjaga integritas pekerjaan. Pengalaman saya di dunia teater selama lebih dari 10 tahun memberi pesan tentang arti kejujuran dan ketulusan. Selain paham orang-orang munafik dan cari perhatian, saya juga masih teguh berprinsip bahwa kerja bukan dinilai dari kualitas pencitraan.

Setidaknya saya bisa meringkas beberapa hal tentang perilaku menjengkelkan di dunia kerja yang mungkin juga dialami banyak orang di luar sana.

Basa-Basi Sok Asik dengan Atasan
Tentu ada jenjang berlapis dalam setiap divisi yang bisa dijadikan strategi meraih kedekatan dengan atasan. Ini prinsip dasar bermanusia. Semakin dekat seseorang, semakin kecil potensi untuk disalahkan. Bahkan, banyak momen yang seharusnya salah tapi dibenarkan oleh atasan yang terlanjur terpelet basa-basi bawahannya.

Atasan model seperti ini jelas kurang perhatian dan cenderung berusaha menyingkirkan orang-orang pendiam meskipun punya kinerja yang bagus untuk perusahaan. Buat apa punya kualitas pekerjaan namun tidak bisa dijadikan tempat rasan-rasan orang atau divisi lain.

Basa-basi biasa dilakukan di tengah pekerjaan dengan bahasan-bahasan viral dan pertanyaan-pertanyaan ritoris. Sesekali melemparkan candaan garing yang diselingi tertawa respect. Manusia model begini lebih cepat naik gaji dan jenjang karir. Atasan senang, bawahan senang, masa depan perusahaan dipertanyakan.

Mayortitas perusahaan di Solo dan Jogja, berdasarkan penelitian yang saya lakukan dengan menanyai teman-teman yang sudah bekerja menyatakan hal yang sama. Atasan lebih suka dikasih basa-basi sok asyik. Relasi pertemanan lebih diapresiasi daripada relasi status sosial. Apalagi dipimpin oleh atasan yang cenderung memiliki usia yang lumayan muda.

Tekun Bekerja di Depan Atasan
Nah, yang ini saya sungguh muak melihatnya. Kalau ada atasan terlihat aktif bekerja, ketika tidak ada tidur dan bercanda tidak karuan dengan rekan lainnya. Tentu perusahaan yang tidak begitu sukses tidak akan mampu menyewa CCTV di setiap sudut ruangan kerja. Jadi atasan tidak bisa melihat dengan kacamata objektif selain gampang ditupu-daya bawahan munafik di divisinya.

Padahal ketekunan bekerja yang dilakukan lebih banyak manipulatif. Sebagai jebolan teater, jelas saya paham siapa yang sedang berakting dan siapa yang jujur bekerja. Tapi saya memahami posisi saya yang tidak mungkin blak-blakan menjelaskan keadaan yang semestinya kepada atasan. Selain menjadi manusia bajingan, saya bisa menjadi musuh bersama karena ketidakdekatan saya dengan atasan.

Menjatuhkan Satu Sama Lain
Saya kira setiap lingkungan kerja akan ada saja aktor antagonis yang punya kebiasaan menjatuhkan rekan lain agar bisa mendapatkan posisi yang diidamkan. Membicarakan hal yang tidak sesuai realita dengan bumbu-bumbu sinisme kepada atasan. Apalagi punya modal kedekatan yang luar biasa bestie dengan atasan.

Rasan-rasan memang menjadi hobi manusia bukan hanya di dunia kerja. Dengan membicarakan keburukan orang lain, ia akan tampak sempurna di mata atasan. Bagi atasan bijak, tentu akan bisa melihat dua sudut pandang, namun bagi atasan yang tidak punya kapasitas membaca motif bawahan akan mudah terdoktrin dengan omongan sampah bawahannya.

Lebih parah lagi, saya mendengar cerita bahwa untuk menyingkirkan pesaingnya (rekan setim), ia menggunakan sarana santet atau ilmu hitam. Meskipun tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, motif kebencian dan kedengkian melihat progres rekan setim yang dianggap menggusur jenjang karirnya akan dijatuhkan dengan cara apapun.

Itulah sedikit dari banyak keresahan saya mengenai realita dunia kerja di perusahaan saya. Sementara masih istikamah menjalankan saran Gus Baha dan Fahruddin Faiz tentang esensi bekerja yang serius dan diniatkan ibadah. Apalah arti gaji dan jabatan kalau dicapainya dengan tidak direstui Allah SWT.

Joko Yulianto

Esais. Penggagas komunitas seniman NU.