Bacotan Tetangga Kos di Tengah Malam Emang Goblok
![]() |
Anthoni Shkraba on Pexels |
Penulis: Achmad Fauzan
Cangkeman.net - Menjalani hidup sebagai anak kos kadang ada bangganya, bahagianya, tapi banyak gak enaknya. Bangganya, karena mau gak mau harus mandiri; bahagianya, karena bisa jadi manusia bebas; dan gak enaknya, gak usah ditanya lagi, sudah pasti buanyak.
Salah satunya seperti yang saya alami belakangan ini. Saya kedatangan tetangga kos yang kalau bacot saat tengah malam serasa punya kuping sendiri. Bacotannya secara tata bahasa memang gak menyakitkan, tapi secara intonasi betul-betul gak karuan.
Iya, betul, maksudnya itu berisik. Tapi berisiknya jangan disamakan dengan tetangga rumah yang biasanya ramai tengah malam karena ada konflik. Pengaruhnya betul-betul beda, mulai dari dampak, konsistensi hingga kepribadiannya.
Enggak bisa menghindar
Model kos-kosan tempat saya tinggal ini kayak lorong yang pintu kamarnya hadap-hadapan. Nah, bacotan dia ini biasanya terjadi kalau gak saat main gim, ya waktu lagi ngobrol dengan teman-temannya. Dan itu selalu dia lakukan dengan posisi pintu kamarnya terbuka. Coba bayangin aja, betapa berisiknya bacotan dia.
Walaupun kamar kos saya ini gak berhadapan dan gak juga sampingan sama kamar kosnya, tetap saja berisiknya kedengeran. Ya gimana, model kos-kosan tempat saya tinggal ini kayak lorong, kok. Mau bejarak berapa kamar pun, berisiknya akan tetap menggema dan menusuk kuping.
Selain itu, mau menghindar bagaimanapun, tetap enggak bisa. Kalau pada kasus tetangga rumah berisik karena konflik, mungkin masih bisa menghindarinya dengan cara menutup pintu atau pura-pura gak peduli. Tapi kalau di kos, bener-bener absolut enggak bisa.
Saya sudah pernah melakukan segala cara agar tetap bisa menghindar. Mulai dari menutup pintu kamar kos, jendela, menutup kuping dengan earphone, sampai pura-pura enggak denger, tapi tetap saja berisiknya menusuk kuping.
Enggak ada cara lain untuk menghindar selain pergi jauh dari kos. Dan cara itu enggan saya lakukan. Ngapain saya buang-buang tenaga hanya demi menghindari kelakuan bengis dia? Lah wong saya ngekos biar kalau ngapa-ngapain jadi gak buang tenaga, kok.
Konsisten mengganggu setiap tengah malam
Sialnya lagi, dia enggak pernah melakukan hal bengis itu di saat pagi, siang, atau sore hari. Selalu konsisten saat tengah malam.
Sebagai orang yang lebih nyaman menulis di malam hari, tentu saja produktivitas saya terganggu. Mau cari ide tulisan, ya sulit. Karena fokus pikiran terganggu. Tulisan yang harusnya bisa langsung sehari kelar, kadang enggak jarang terhenti hanya gara-gara mulutnya yang busuk itu.
Begitu pun penghuni kos yang lain, aktivitas tidurnya terganggu. Mau tidur susah, yang sudah kepalang tidur juga akan kebangun. Apalagi kalau pas dia main gim moba, lalu lose streak. Sudah barang pasti, kata-katanya yang kasar itu keluar bersamaan dengan nada tinggi.
Sebenarnya, saya enggak masalah mau dia bacot sekeras atau sekasar apa pun. Yang penting kalau sudah tengah malam, berhenti. Bacot aja dalam hati. Nyatanya dia gak ngerti yang namanya tengah malam. Yang dia ngerti hanyalah merusak hidup orang lain dengan cara bacot. Dan saya pikir, tetangga kos semacam itu kayaknya adalah contoh manusia yang kelak masuk neraka di tingkatan paling atas. Yakin saya!
Kupingnya budek dengan teguran
Jangan kira saya dan penghuni kos lain gak pernah menegur. Beberapa kali sudah pernah menegurnya baik-baik. Bahkan, gak tanggung-tanggung, yang punya kos pun sempat menegurnya dengan keras.
Misal, ditegur hari ini, besoknya memang gak berisik lagi. Tapi beberapa hari kemudian, dia kembali bacot lagi dengan cara dan dampak yang sama. Padahal, saat ditegur orang itu ya manggut-manggut, gak melawan. Raut mukanya pun menunjukkan rasa bersalah.
Tapi entah, mungkin memang begitu yang namanya calon penghuni neraka jahannam; amat-sangat sulit mendengar sebuah teguran. Kupingnya sudah kepalang budek cuma gara-gara mentingin diri sendiri. Sebelas-dua belas lah, kayaknya, sama yang katanya selalu mendengar suara rakyat, tapi malah mengkhianati.
Hanya bisa dihentikan dengan musibah
Karena saking gobloknya, akhirnya dia terkena musibah. Musibahnya adalah diusir sama yang punya kos-kosan. Ya, gimana gak diusir, gara-gara kelakuan dia yang goblok itu, gak sedikit penghuni kos yang pamit meninggalkan kosan. Dan hal ini tentu merugikan si pemilik kos.
Menurut saya, itu sudah termasuk musibah. Dia diusirnya baru kemarin, alias awal bulan. Otomatis, dia baru saja membayar uang kos. Dan uangnya pun gak dikembalikan sama pemilik kos. Terlebih, dia pasti malu, karena pas diusir sambil dimarah-marahi dulu. Enggak hanya dimarahi pemilik kos, penghuni kos lain juga ikut memarahinya, termasuk saya.
Kalau kalian suatu saat ngekos atau sekarang baru saja ngekos, tolong jangan tiru kelakuan dia. Kita enggak tahu orang itu kalau sudah keganggu waktu malamnya akan gimana. Kalau orangnya lemah lembut kayak saya—yang cuma menegur dan melapor ke pemilik kos, sih, gak terlalu bahaya. Tapi, kalau orangnya sadis, bukan gak mungkin nyawa kalian akan terancam. Amit-amit dah pokoknya.
Achmad Fauzan SyaikhoniManusia setengah matang, yang sedang fakir pengetahuan. Kalau mau menyumbang pengetahuan, bisa kirim lewat Instagram saya @zann_sy

Posting Komentar