Ngadain Hajatan Boleh Aja, Tapi Enggak Begini Juga

Tempo.co

Penulis:        Budi Prathama
Editor:          Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Hajatan pernikahan tentu menjadi momen membahagiakan bagi kedua mempelai dan keluarga. Bagaimana tidak? Momen tersebut menjadi hal sakral yang diharapkan sekali seumur hidup. Kondisi itu juga sebagai momen melepaskan masa lajang menjadi hidup berdua dengan orang tercinta.

Mungkin bukan rahasia lagi kalau ngadain acara hajatan, pengennya merih yang dibumbui banyak acara, seperti ada suara musik yang kencang sebagai penghibur, dan yang terlebih kebanyakan menginginkan adanya pesta yang meriah.

Hal yang tak asing terjadi kalau ada hajatan nikahan di rumah tak jarang terjadi yang namanya nutup jalan. Ya, nutup jalan ini bisa saja sih ditoleransi keberadaannya, selama nggak kelewatan. Bisa dibilang idealnya satu hari kira-kira nutup jalan. Tapi kalau sampai berhari-hari, apakah itu nggak bisa membuat orang sebal? Apalagi kalau jalan yang ditutup itu penghubung jalan antar desa atau antar kecamatan.

Sedikit mengulik dari pengalaman saya, baru-baru ini terjadi acara hajatan pernikahan yang dekat dengan tempat tinggal saya dengan nutup jalan namun bikin sebal. Bisa dibayangkan, nutup jalannya nggak main-main lho, bukan satu hari atau dua hari, tapi sampai satu minggu. Padahal jalan yang ditutup itu sebagai penghubung dari kecamatan Tinambung menuju kecamatan Limboro sampai kecamatan Alu, kabupaten Polewali Mandar.

Saya sih sepakat saja kalau ingin ngadain acara hajatan bisa sampai nutup jalan hal ini memang sering dilakukan, termasuk di daerah saya. Tetapi yang satu ini, keknya sudah kelewatan gitu. Bahkan rekan-rekan kerja dan orang-orang yang saya kenal mau melewati jalan itu, juga berpikiran yang sama seperti saya.

Sebenarnya dalam kasus ini yang jadi permasalahan itu karena jalan yang ditutup ini merupakan jalan poros penghubung antar kecamatan. Eh, tetapi ditutup secara full, kek jalan itu milik pribadinya saja. Memang sih ada jalan lain yang disediakan, tapi mutarnya itu agak panjang dan penunjuk arahnya pun juga nggak jelas.

Betapa menyebalkannya, saat saya mengambil jalan lain karena jalan poros itu ditutup full, saya mendapatkan nasib tidak baik karena saya terpaksa kesasar, namanya juga barusan melewati jalan itu yang nggak jelas juga arah penunjuknya, ditambah jauh pula harus mutar-mutar. Nasib yang saya alami ini, mungkin banyak orang yang mengalaminya apalagi kalau orang yang baru pertama melewati jalan tersebut.

Maksud saya gini, kalau mau nutup jalan saat ada hajatan nikahan, tolong dong ngerti juga orang-orang yang akan melintasi jalan itu. Perlu dipahami bahwa yang lewat di jalan itu tidak semua tahu lorong yang bisa ditempuh selain jalan yang ditutup itu. Intinya jangan terlalu egois begitu dong jadi orang.

Kan bisa saja nutup jalan saat ada hajatan nggak secara full. Karena dengan begitu masih bisa dilewati sampingnya untuk kendaraan roda dua. Setidaknya sedikit mengurangi orang sebal atas aksi nutup jalan yang dilakukan untuk yang kendaraan roda dua, karena bisa lewat pinggir tenda pesta atau lorong-lorong tertentu.

Artinya kami juga faham sebagai pengendara nggak akan melewati jalan yang ditutup itu kalau sudah hari H-nya atau sedang ramai-ramainya. Tapi, masalahnya kasus yang saya angkat ini, sudah nutup jalan secara full ditambah pula waktunya sampai berhari-hari, gimana orang nggak sebal kalau begitu.

Seandainya ada jalan di pinggir tenda pesta yang disediakan kalau memang mau nutup jalan lebih dari satu hari, kan itu sedikit membuat kita lega sebagai pengendara. Karena setelah hari H atau sebelum hari H, kan itu udah nggak rame-rame amat, dan nggak mengganggu juga lho ada kendaraan lewat pinggir, terlebih kepada pengendara yang bukan warga setempat. Apakah kamu nggak kasihan mereka harus mutar melewati jalan yang nggak pernah ia lewati dengan penunjuk yang nggak jelas?

Sebagai saran dari orang yang sudah menjadi korban dari nutup jalan saat hajatan nikahan, ada baiknya kalau mau nutup jalan itu sewajarnya aja, lho, jangan egois! Artinya apa, kalau mau nutup jalan, jangan sampai berhari-hari, tolong diperhatikan juga betapa banyak kendaraan yang mau lewat melewati jalan itu. Kemudian yang selanjutnya, arah jalan juga mesti jelas kalau memang mengharuskan harus nutup jalan itu secara full.

Budi Prathama
Pemuda yang dilahirkan di tanah Mandar dan berkesempatan menjadi alumni mahasiswa jurusan Matematika, namun lebih suka nulis lepas sambil minum kopi, bisa ngobrol di instagram @budi.prathama