Slank Hari Ini: Yang Mana Slankers Ori dan Slangkers Karbitan?
![]() |
JPNN |
Penulis: Fauzan Ibn Hasby
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - Salah satu band legendaris Indonesia yang tengah jadi sorotan akhir-akhir ini adalah Slank. Mereka dianggap berubah dan tak lagi seperti dulu oleh para penggemarnya.
Bicara soal Slank, berarti bicara mengenai band legendaris sekaligus rebel milik Indonesia. Sebab tak bisa dipungkiri, fanbase dari band satu ini salah satu fanbase terbesar di negeri ini.
Hingga dewasa ini, lahir pernyataan nyeleneh yang memang datang dari kenyataan yang ada. Pernyataan nyeleneh itu adalah "Dimana ada konser, di situ ada fans Slank yang mengibarkan syal atau bendera berlogo dan bertuliskan Slank".
Hal itu jadi fakta menarik sekaligus nyeleneh. Sebab memang benar adanya, Slank berhasil tumbuh besar di Indonesia sebagai salah satu band paling melejit sepanjang masa.
Beberapa hal yang generik dari performa band tak jarang jadi sebuah faktor. Slank punya semua itu. Mereka berada pada genre heavy rock yang memperlihatkan subgenre dari rock itu sendiri.
Anak muda dari zaman Slank masih muda, hingga kini sudah beranjak tua. Tak pernah merasa Slank benar-benar tua. Lagunya sukses melekat bahkan di setiap generasi.
Selain itu, Slank punya perjalanan karir yang menarik sekaligus heroik. Selama menjalani karir mereka yang hebat, Slank yang begitu lama naik daun dengan fanbase besar di Indonesia pernah jatuh bangun oleh jeratan kasus narkoba dan lain sebagainya.
Bicara soal kasus, Slank sebagai band yang bergerak dalam genre heavy rock tak hanya memiliki kasus soal kasus narkoba. Lebih dari itu, di masa 90an Slank juga dikenal sebagai salah satu dari bagian jajaran musisi yang rajin menciptakan lagu berisi kritik pada pemerintahan.
Slank yang dikenal memiliki beberapa lagu masterpiece yang isinya soal cinta-cintaan, justru sekaligus banyak menarik minat orang-orang karena beberapa lagunya yang lain yang dianggap berani dan ada dalam mewakili lantangnya suara rakyat.
Beberapa lagu Slank seperti yang berjudul 'Hei Bung', 'Siapa yang Salah', 'Seperti Para Koruptor', 'Gossip Jalanan', sampai 'Aktor Intelektual' jadi bagian kedigdayaan Slank sebagai musisi yang berhasil menarik minat dan simpati masyarakat.
Atas hal itu, tak aneh jika Slank akhirnya berhasil jadi band yang bukan hanya didengarkan karyanya berupa musik. Lebih dari itu, gaya hidup dari sebuah band yang paling dicintai biasanya melekat dan jadi acuan bagi referensi gaya hidup anak muda sebagai penggemarnya.
Bukti dari itu semua, kita pasti sering mendengar kata dari bahasa Indonesia yang tak terlalu baku, yakni kata 'slengean'. Kata itu untuk merujuk gaya, sifat, dan kepribadian seseorang yang terlihat santai, dengan baju compang camping, juga kepribadian dari bahasa verbal yang gaul dan sedikit trendi, namun juga sekaligus (terkadang) sedikit jorok.
Namun, baru-baru ini mata para penggemar mulai membelalak seolah tak terima. Slank yang mereka anggap dan kenal sebagai salah satu band heavy rock legendaris yang suaranya tak pernah gagal sampai ke telinga para pejabat, justru beralih seolah berada dalam dekapan jas rapi para pejabat.
Hal itu berada dalam puncak protes para penggemar saat perayaan hari Bhayangkara ke-77. Dimana Slank resmi luncurkan lagu baru dengan judul 'Polisi yang Baik Hati'.
Lagu ini banyak dapat kecaman dari para penggemar Slank. Pasalnya, mereka di hampir satu dasawarsa terakhir ini terlihat sudah berubah. Bahkan jauh sejak masa kampanye 2019 lalu yang juga membuat lagu untuk pendukung Jokowi kala itu.
Slank yang dulu dianggap berada di tengah-tengah lantangnya suara rakyat. Kritik pedas nan indah dari alunan lagunya pada pemerintah. Kini dianggap lenyap dan berbalik arah.
Meski demikian, sebenarnya beberapa pemikiran dan pertimbangan melihat perubahan Slank saat ini perlu dilakukan. Sebab, bisa jadi kita sebagai penggemar lah yang menganggap ini sebagai sesuatu yang diluar karakter Slank, bersikap bodo amat dan tetap menikmati musik sebagai poin utamanya.
Sejatinya, karakter sebuah band memang tumbuh kental di hati dan pikiran para penggemarnya. Mereka tak hanya dikenal melalui genre dan musiknya. Lebih dari itu, isu apa yang sering mereka bahas menjadi salah satu hal yang paling khas dan melekat.
Dalam hal ini, Slank sukses melekatkan semua itu sebagai sebuah band legendaris di Indonesia. Namun, pilihan berada pada karakter seperti apa adalah tetap hak mereka. Meskipun, beberapa band sangat mempertimbangkan celotehan burung berupa saran yang datang dari sisi penggemarnya.
Selanjutnya, kita perlu ingat bahwa personil band Slank sudah semakin tua. Penggemar Slank yang benar-benar ada dalam masa kejayaan Slank juga beranjak tua. Malah bisa jadi, beberapa dari mereka adalah jajaran pemerintahan saat ini.
Selain itu, banyak contoh seniman yang beranjak tua akhirnya sengaja dan mau bergerak lebih jauh dalam isu politik dan yang lainnya. Tak jarang mereka berani berubah mengambil keputusan untuk menjadi pejabat publik. Padahal hal itu tetap hak prerogatif manusia.
Namun adalah kewajaran, penggemar tak benar-benar menyukai hal itu. Flow dan fase yang berjalan demikian terlihat lapuk dan membosankan sekaligus menyebalkan.
Tapi, dalam hal ini, Slank melalui pernyataan Bimbim menyatakan bahwa mereka tak benar-benar berubah untuk tak mengkritik pemerintah. Namun, lagi-lagi Slank punya pertimbangan dalam hal ini.
Menurut mereka tetap saja, beberapa lagu harus terus ikut melihat keadaan dan kondisi saat ini. Bagi mereka, relevansi zaman adalah salah satu faktor pembuatan lagu dari Slank.
Terlepas dari problematika itu semua. Slank sebagai salah satu band legendaris punya banyak pilihan untuk melakukan branding image sesuai yang mereka mau.
Kemudian, secara otomatis pula. Justru penggemar asli adalah penggemar yang seperti apa? Mereka yang baru kenal Slank dan menganggap Slank berubah dan mencaci maki mereka? Atau yang tetap memilih mendengarkan Slank, karena playlist lagu tetap jadi kuasa penggemar pintar yang tinggal memilih mematikan lagu yang memang pro pemerintah saja?
Lagi-lagi ini semua tergantung pada itu semua. Fanatisme buta tanpa dasar justru terlihat menjijikan. Sebab Slank yang melegenda lebih dari 3 dekade, tak bisa benar-benar mati hanya karena dua atau tiga lagu yang dianggap berubah dari karakter aslinya.
Jadi tinggal tentukan, apakah Slank masih tetap 'gak ada matinya'? Atau pikiran serta SDM penggemar Slank yang hanya tau lagu 'Terlalu Manis' yang justru 'gak ada matinya'?
Cangkeman.net - Salah satu band legendaris Indonesia yang tengah jadi sorotan akhir-akhir ini adalah Slank. Mereka dianggap berubah dan tak lagi seperti dulu oleh para penggemarnya.
Bicara soal Slank, berarti bicara mengenai band legendaris sekaligus rebel milik Indonesia. Sebab tak bisa dipungkiri, fanbase dari band satu ini salah satu fanbase terbesar di negeri ini.
Hingga dewasa ini, lahir pernyataan nyeleneh yang memang datang dari kenyataan yang ada. Pernyataan nyeleneh itu adalah "Dimana ada konser, di situ ada fans Slank yang mengibarkan syal atau bendera berlogo dan bertuliskan Slank".
Hal itu jadi fakta menarik sekaligus nyeleneh. Sebab memang benar adanya, Slank berhasil tumbuh besar di Indonesia sebagai salah satu band paling melejit sepanjang masa.
Beberapa hal yang generik dari performa band tak jarang jadi sebuah faktor. Slank punya semua itu. Mereka berada pada genre heavy rock yang memperlihatkan subgenre dari rock itu sendiri.
Anak muda dari zaman Slank masih muda, hingga kini sudah beranjak tua. Tak pernah merasa Slank benar-benar tua. Lagunya sukses melekat bahkan di setiap generasi.
Selain itu, Slank punya perjalanan karir yang menarik sekaligus heroik. Selama menjalani karir mereka yang hebat, Slank yang begitu lama naik daun dengan fanbase besar di Indonesia pernah jatuh bangun oleh jeratan kasus narkoba dan lain sebagainya.
Bicara soal kasus, Slank sebagai band yang bergerak dalam genre heavy rock tak hanya memiliki kasus soal kasus narkoba. Lebih dari itu, di masa 90an Slank juga dikenal sebagai salah satu dari bagian jajaran musisi yang rajin menciptakan lagu berisi kritik pada pemerintahan.
Slank yang dikenal memiliki beberapa lagu masterpiece yang isinya soal cinta-cintaan, justru sekaligus banyak menarik minat orang-orang karena beberapa lagunya yang lain yang dianggap berani dan ada dalam mewakili lantangnya suara rakyat.
Beberapa lagu Slank seperti yang berjudul 'Hei Bung', 'Siapa yang Salah', 'Seperti Para Koruptor', 'Gossip Jalanan', sampai 'Aktor Intelektual' jadi bagian kedigdayaan Slank sebagai musisi yang berhasil menarik minat dan simpati masyarakat.
Atas hal itu, tak aneh jika Slank akhirnya berhasil jadi band yang bukan hanya didengarkan karyanya berupa musik. Lebih dari itu, gaya hidup dari sebuah band yang paling dicintai biasanya melekat dan jadi acuan bagi referensi gaya hidup anak muda sebagai penggemarnya.
Bukti dari itu semua, kita pasti sering mendengar kata dari bahasa Indonesia yang tak terlalu baku, yakni kata 'slengean'. Kata itu untuk merujuk gaya, sifat, dan kepribadian seseorang yang terlihat santai, dengan baju compang camping, juga kepribadian dari bahasa verbal yang gaul dan sedikit trendi, namun juga sekaligus (terkadang) sedikit jorok.
Namun, baru-baru ini mata para penggemar mulai membelalak seolah tak terima. Slank yang mereka anggap dan kenal sebagai salah satu band heavy rock legendaris yang suaranya tak pernah gagal sampai ke telinga para pejabat, justru beralih seolah berada dalam dekapan jas rapi para pejabat.
Hal itu berada dalam puncak protes para penggemar saat perayaan hari Bhayangkara ke-77. Dimana Slank resmi luncurkan lagu baru dengan judul 'Polisi yang Baik Hati'.
Lagu ini banyak dapat kecaman dari para penggemar Slank. Pasalnya, mereka di hampir satu dasawarsa terakhir ini terlihat sudah berubah. Bahkan jauh sejak masa kampanye 2019 lalu yang juga membuat lagu untuk pendukung Jokowi kala itu.
Slank yang dulu dianggap berada di tengah-tengah lantangnya suara rakyat. Kritik pedas nan indah dari alunan lagunya pada pemerintah. Kini dianggap lenyap dan berbalik arah.
Meski demikian, sebenarnya beberapa pemikiran dan pertimbangan melihat perubahan Slank saat ini perlu dilakukan. Sebab, bisa jadi kita sebagai penggemar lah yang menganggap ini sebagai sesuatu yang diluar karakter Slank, bersikap bodo amat dan tetap menikmati musik sebagai poin utamanya.
Sejatinya, karakter sebuah band memang tumbuh kental di hati dan pikiran para penggemarnya. Mereka tak hanya dikenal melalui genre dan musiknya. Lebih dari itu, isu apa yang sering mereka bahas menjadi salah satu hal yang paling khas dan melekat.
Dalam hal ini, Slank sukses melekatkan semua itu sebagai sebuah band legendaris di Indonesia. Namun, pilihan berada pada karakter seperti apa adalah tetap hak mereka. Meskipun, beberapa band sangat mempertimbangkan celotehan burung berupa saran yang datang dari sisi penggemarnya.
Selanjutnya, kita perlu ingat bahwa personil band Slank sudah semakin tua. Penggemar Slank yang benar-benar ada dalam masa kejayaan Slank juga beranjak tua. Malah bisa jadi, beberapa dari mereka adalah jajaran pemerintahan saat ini.
Selain itu, banyak contoh seniman yang beranjak tua akhirnya sengaja dan mau bergerak lebih jauh dalam isu politik dan yang lainnya. Tak jarang mereka berani berubah mengambil keputusan untuk menjadi pejabat publik. Padahal hal itu tetap hak prerogatif manusia.
Namun adalah kewajaran, penggemar tak benar-benar menyukai hal itu. Flow dan fase yang berjalan demikian terlihat lapuk dan membosankan sekaligus menyebalkan.
Tapi, dalam hal ini, Slank melalui pernyataan Bimbim menyatakan bahwa mereka tak benar-benar berubah untuk tak mengkritik pemerintah. Namun, lagi-lagi Slank punya pertimbangan dalam hal ini.
Menurut mereka tetap saja, beberapa lagu harus terus ikut melihat keadaan dan kondisi saat ini. Bagi mereka, relevansi zaman adalah salah satu faktor pembuatan lagu dari Slank.
Terlepas dari problematika itu semua. Slank sebagai salah satu band legendaris punya banyak pilihan untuk melakukan branding image sesuai yang mereka mau.
Kemudian, secara otomatis pula. Justru penggemar asli adalah penggemar yang seperti apa? Mereka yang baru kenal Slank dan menganggap Slank berubah dan mencaci maki mereka? Atau yang tetap memilih mendengarkan Slank, karena playlist lagu tetap jadi kuasa penggemar pintar yang tinggal memilih mematikan lagu yang memang pro pemerintah saja?
Lagi-lagi ini semua tergantung pada itu semua. Fanatisme buta tanpa dasar justru terlihat menjijikan. Sebab Slank yang melegenda lebih dari 3 dekade, tak bisa benar-benar mati hanya karena dua atau tiga lagu yang dianggap berubah dari karakter aslinya.
Jadi tinggal tentukan, apakah Slank masih tetap 'gak ada matinya'? Atau pikiran serta SDM penggemar Slank yang hanya tau lagu 'Terlalu Manis' yang justru 'gak ada matinya'?

Posting Komentar