Stop Jadikan Orang Sebagai Perokok Pasif!
![]() |
Dima Valkov on Pexels |
Penulis: Achmad Fauzan
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - Sampai hari ini, saat saya di kedai kopi menemui kawan-kawan perokok mengeluarkan asapnya secara sembarangan ke orang yang nggak merokok. Bahkan, juga ada yang sengaja membuat orang jadi perokok pasif dengan gaya ala-ala ahli vapers. Saya nggak tahu biar apa mereka melakukan itu. Yang pasti, bagi saya, hal itu adalah kelakuan kurang ajar yang patut dihilangkan.
Oh, bukan, saya bukan antirokok. Justru saya sendiri pun perokok berat. Saya pun tahu kalau di kedai kopi itu memang tempat paling nyaman untuk merokok. Tapi, terkadang kenyamanan itu malah bikin para perokok buta dengan etika sosial. Seolah-olah, kalau suatu tempat nggak ada larangan “tertulis” untuk merokok, maka merokok sebebas-bebasnya bisa diwujudkan sekalipun itu merampas kenyamanan orang lain.
Saya punya beberapa alasan mengapa kalau ada orang yang nggak merokok, maka merokok itu perlu ada batasannya, kendati itu di tempat yang nggak ada larangan merokok seperti di kedai kopi. Jika selama ini alasan kampanye para aktivis antirokok berkutat di wilayah kesehatan jasmani, maka alasan saya sebagai perokok berat membahas ini berkutat di wilayah kesehatan sosial.
Asap rokok sama halnya dengan asap yang lain
Bagi kalian yang merokok, memang nggak akan merasa terganggu kalau di depan atau di sekitar kalian ada kepulan asap rokok. Karena selain asap rokok itu adalah konsumsi kalian, pun hidung kalian itu sudah terbiasa dengan bau dan sensasi asap rokok.
Tapi, sekarang bayangkan kalau kalian berada di kedai kopi yang penuh dengan kepulan asap knalpot atau asap dari bakar-bakar sampah. Saya yakin, sedikit banyak kalian akan terganggu bahkan bisa jadi misuh-misuh karena bau dan sensasinya yang nggak enak.
Nah, hal itu juga berlaku bagi perokok pasif. Walaupun volume, bau, dan sensasi kepulan asap rokok itu nggak sama dengan asap knalpot atau asap dari bakar-bakar sampah, tetap saja bagi perokok pasif, asap rokok itu asing dan mengganggu. Sebab, asap rokok bagi mereka bukanlah konsumsi, melainkan polusi.
Percayalah, baik asap knalpot, asap dari bakar-bakar sampah, maupun asap rokok, semuanya itu jika dilihat secara netral, ya sama-sama sebagai polusi udara. Hanya saja untuk asap rokok, ada unsur kimianya sendiri yang memungkinkan bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu. Makanya bagi perokok, asap rokok itu sama sekali nggak mengganggu.
Bikin komunikasi jadi nggak efektif
Saya nggak tahu apakah asap rokok yang menganggu itu akan mengganggu kesehatan jasmani atau nggak. Yang pasti, bagi saya, asap rokok bisa menganggu kesehatan sosial. Lho, kok bisa?
Sekali lagi, sekarang bayangkan ketika kalian yang perokok sedang berkomunikasi dengan seorang kawan, terus tiba-tiba muncul kepulan asap dari bakar-bakar sampah. Walaupun katakanlah kalian nggak sesak napas atau batuk-batuk, saya yakin kalau aktivitas komunikasi kalian akan terganggu karena risih dengan bau dan sensasi asapnya.
Komunikasi kalian yang awalnya bisa lancar, tiba-tiba terjeda karena harus misuh-misuh. Atau, fokus pikiran kalian terpecah karena mikirin siapa yang membakar sampah sampai menyebabkan kepulan asap yang mengganggu itu. Walhasil, proses komunikasi jadinya nggak efektif gara-gara asap dari bakar-bakar sampah.
Gangguan komunikasi karena asap itu juga berlaku bagi perokok pasif. Walaupun katanlah mereka nggak sesak napas atau batuk-batuk, tetap saja asap rokok itu menganggu aktivitas komunikasi mereka. Bisa saja pikiran mereka saat berkomunikasi itu khawatir, atau nggak fokus pada apa yang dikomunikasikan, tapi malah fokus pada bagaimana caranya menghindar agar nggak menghirup asap yang bau dan sensasinya nggak enak itu.
Pikiran seperti itu tentu saja akan terkesan asing bagi kalian yang perokok. Tapi, kalau mencoba berempati; memosisikan diri sebagai orang yang asing dengan bau dan sensasi asap rokok, pikiran seperti itu sangat mungkin terjadi. Dan jelas, komunikasi akhirnya nggak efektif. Kalau nggak percaya, silakan tanya ke teman kalian yang nggak perokok. Pasti jawabannya nggak juah-jauh dari prediksi saya.
Membuat citra diri kita sebagai perokok akan jelek
Selain itu, kalau kita yang perokok aktif ini tetap membiarkan tindakan sengaja membikin orang jadi perokok pasif, bukan tak mungkin citra kita akan jelek.
Kalau orang yang sudah kita bikin jadi perokok pasif itu biasa-biasa saja sih, nggak masalah. Lha kalau ternyata mereka diam-diam menyimpan kebencian, atau bahkan ternyata mereka diam-diam adalah aktivis antirokok, maka sangat mungkin citra diri kita sebagai perokok akan jelek. Anggapan bahwa kita golongan manusia pengganggu sudah pasti akan tersemat dalam wacana stigma para perokok. Dan inilah bahayanya bagi kesehatan sosial para perokok.
Sebisa mungkin menjaga jarak atau menghindarkan asap rokok dari hidung mereka
Oleh karenanya, supaya citra diri para perokok nggak terlihat jelek, maka mulai sekarang kalian yang perokok aktif segera berhenti bertindak sengaja membikin orang lain jadi perokok pasif. Caranya selain dengan berempati pada kesehatan sosial orang-orang yang nggak merokok, pun kita bisa melakukannya dengan menjaga jarak sama orang yang nggak merokok.
Misalnya ketika di kedai kopi, ya sebisa mungkin kita nggak satu kursi sama orang yang nggak merokok. Kalaupun terpaksa satu kursi dengan mereka, maka sebisa mungkin menghindarkan asap rokok dari wajah atau hidung mereka. Ketika mengeluarkan asap rokok, arahkan ke sisi yang bertolak belakang dengan posisi mereka.
Dengan begitu, saya yakin citra diri kalian sebagai perokok akan tampak baik. Dan yang lebih penting lagi adalah, kesehatan sosial antara perokok dan orang yang nggak merokok akan tetap terjaga kendati sebuah tempat itu ada asap rokok.
Cangkeman.net - Sampai hari ini, saat saya di kedai kopi menemui kawan-kawan perokok mengeluarkan asapnya secara sembarangan ke orang yang nggak merokok. Bahkan, juga ada yang sengaja membuat orang jadi perokok pasif dengan gaya ala-ala ahli vapers. Saya nggak tahu biar apa mereka melakukan itu. Yang pasti, bagi saya, hal itu adalah kelakuan kurang ajar yang patut dihilangkan.
Oh, bukan, saya bukan antirokok. Justru saya sendiri pun perokok berat. Saya pun tahu kalau di kedai kopi itu memang tempat paling nyaman untuk merokok. Tapi, terkadang kenyamanan itu malah bikin para perokok buta dengan etika sosial. Seolah-olah, kalau suatu tempat nggak ada larangan “tertulis” untuk merokok, maka merokok sebebas-bebasnya bisa diwujudkan sekalipun itu merampas kenyamanan orang lain.
Saya punya beberapa alasan mengapa kalau ada orang yang nggak merokok, maka merokok itu perlu ada batasannya, kendati itu di tempat yang nggak ada larangan merokok seperti di kedai kopi. Jika selama ini alasan kampanye para aktivis antirokok berkutat di wilayah kesehatan jasmani, maka alasan saya sebagai perokok berat membahas ini berkutat di wilayah kesehatan sosial.
Asap rokok sama halnya dengan asap yang lain
Bagi kalian yang merokok, memang nggak akan merasa terganggu kalau di depan atau di sekitar kalian ada kepulan asap rokok. Karena selain asap rokok itu adalah konsumsi kalian, pun hidung kalian itu sudah terbiasa dengan bau dan sensasi asap rokok.
Tapi, sekarang bayangkan kalau kalian berada di kedai kopi yang penuh dengan kepulan asap knalpot atau asap dari bakar-bakar sampah. Saya yakin, sedikit banyak kalian akan terganggu bahkan bisa jadi misuh-misuh karena bau dan sensasinya yang nggak enak.
Nah, hal itu juga berlaku bagi perokok pasif. Walaupun volume, bau, dan sensasi kepulan asap rokok itu nggak sama dengan asap knalpot atau asap dari bakar-bakar sampah, tetap saja bagi perokok pasif, asap rokok itu asing dan mengganggu. Sebab, asap rokok bagi mereka bukanlah konsumsi, melainkan polusi.
Percayalah, baik asap knalpot, asap dari bakar-bakar sampah, maupun asap rokok, semuanya itu jika dilihat secara netral, ya sama-sama sebagai polusi udara. Hanya saja untuk asap rokok, ada unsur kimianya sendiri yang memungkinkan bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu. Makanya bagi perokok, asap rokok itu sama sekali nggak mengganggu.
Bikin komunikasi jadi nggak efektif
Saya nggak tahu apakah asap rokok yang menganggu itu akan mengganggu kesehatan jasmani atau nggak. Yang pasti, bagi saya, asap rokok bisa menganggu kesehatan sosial. Lho, kok bisa?
Sekali lagi, sekarang bayangkan ketika kalian yang perokok sedang berkomunikasi dengan seorang kawan, terus tiba-tiba muncul kepulan asap dari bakar-bakar sampah. Walaupun katakanlah kalian nggak sesak napas atau batuk-batuk, saya yakin kalau aktivitas komunikasi kalian akan terganggu karena risih dengan bau dan sensasi asapnya.
Komunikasi kalian yang awalnya bisa lancar, tiba-tiba terjeda karena harus misuh-misuh. Atau, fokus pikiran kalian terpecah karena mikirin siapa yang membakar sampah sampai menyebabkan kepulan asap yang mengganggu itu. Walhasil, proses komunikasi jadinya nggak efektif gara-gara asap dari bakar-bakar sampah.
Gangguan komunikasi karena asap itu juga berlaku bagi perokok pasif. Walaupun katanlah mereka nggak sesak napas atau batuk-batuk, tetap saja asap rokok itu menganggu aktivitas komunikasi mereka. Bisa saja pikiran mereka saat berkomunikasi itu khawatir, atau nggak fokus pada apa yang dikomunikasikan, tapi malah fokus pada bagaimana caranya menghindar agar nggak menghirup asap yang bau dan sensasinya nggak enak itu.
Pikiran seperti itu tentu saja akan terkesan asing bagi kalian yang perokok. Tapi, kalau mencoba berempati; memosisikan diri sebagai orang yang asing dengan bau dan sensasi asap rokok, pikiran seperti itu sangat mungkin terjadi. Dan jelas, komunikasi akhirnya nggak efektif. Kalau nggak percaya, silakan tanya ke teman kalian yang nggak perokok. Pasti jawabannya nggak juah-jauh dari prediksi saya.
Membuat citra diri kita sebagai perokok akan jelek
Selain itu, kalau kita yang perokok aktif ini tetap membiarkan tindakan sengaja membikin orang jadi perokok pasif, bukan tak mungkin citra kita akan jelek.
Kalau orang yang sudah kita bikin jadi perokok pasif itu biasa-biasa saja sih, nggak masalah. Lha kalau ternyata mereka diam-diam menyimpan kebencian, atau bahkan ternyata mereka diam-diam adalah aktivis antirokok, maka sangat mungkin citra diri kita sebagai perokok akan jelek. Anggapan bahwa kita golongan manusia pengganggu sudah pasti akan tersemat dalam wacana stigma para perokok. Dan inilah bahayanya bagi kesehatan sosial para perokok.
Sebisa mungkin menjaga jarak atau menghindarkan asap rokok dari hidung mereka
Oleh karenanya, supaya citra diri para perokok nggak terlihat jelek, maka mulai sekarang kalian yang perokok aktif segera berhenti bertindak sengaja membikin orang lain jadi perokok pasif. Caranya selain dengan berempati pada kesehatan sosial orang-orang yang nggak merokok, pun kita bisa melakukannya dengan menjaga jarak sama orang yang nggak merokok.
Misalnya ketika di kedai kopi, ya sebisa mungkin kita nggak satu kursi sama orang yang nggak merokok. Kalaupun terpaksa satu kursi dengan mereka, maka sebisa mungkin menghindarkan asap rokok dari wajah atau hidung mereka. Ketika mengeluarkan asap rokok, arahkan ke sisi yang bertolak belakang dengan posisi mereka.
Dengan begitu, saya yakin citra diri kalian sebagai perokok akan tampak baik. Dan yang lebih penting lagi adalah, kesehatan sosial antara perokok dan orang yang nggak merokok akan tetap terjaga kendati sebuah tempat itu ada asap rokok.

Posting Komentar