Tersinggung Itu Wajar, Tapi Enggak Perlu Mengancam Bunuh Orang Dong!
Keira Burton on Pexels
Penulis: Afiqul Adib
Editor: Susi Retno Utami
Misal, ketika seseorang mengatakan, "Aku membencimu!", itu bukan penghinaan atau penistaan. Itu freedom of speech! Namun ketika konsep benci kemudian diterapkan dalam bentuk tindakan, itu namanya kriminal, dan harus dibatasi karena sudah menjadi sebuah tindakan.
Masalahnya, kita selalu merasa diri kita paling benar. Sehingga saat kita tersinggung, seakan-akan kita boleh menyalahkan orang lain dengan disertai pelampiasan amarah. Padahal tersinggung dan kebenaran adalah dua hal yang berbeda. Seharusnya, sebagai warga negara yang kritis, ketika ada argumen yang menyimpang, ya dilawan dengan argumen. Bukan dengan kekerasan. Ya masa setiap argumen yang tidak kita setujui, harus dibalas dengan kekerasan. Ini seperti air susu dibalas dengan air terjun. Alias, berlebihan Cuy!
Banyak kasus yang sudah menjadi bukti. Contoh, ketika mak-mak yang abstrak memakai lampu sen kiri padahal belok kanan, dan saat diingatkan malah kita yang salah. Ada juga bapak-bapak yang melawan arus untuk menghindari kemacetan. Lalu ketika disuruh putar balik, eh malah ngajak ribut. Tidak hanya di jalan raya, di sosial media juga demikian. Banyak 'pertunjukan' yang bisa kita saksikan. Meskipun hanya dari masalah sepele, namun kurang afdal kalau belum diributin.
Selain itu, sadar atau tidak, di sosial media kita bisa dengan mudah membuat 'dunia' kita sendiri. Kita dengan mudah menemukan orang yang hanya sependapat dengan kita, dan memblokir orang-orang yang berseberangan dengan kita. Efek negatifnya adalah kita selalu membenarkan pemikiran dan tindakan yang kita lakukan. Akhirnya ketika ada yang tidak sependapat dengan kita, maka akan menjadi masalah besar dan langsung menjadi musuh abadi tujuh turunan.
Tindakan bullying di sosial media menjadi camilan sehari-hari. Pelaku bullying akan merasa benar, karena ada yang lebih salah darinya. Meskipun cara yang ia gunakan justru menjadi tindakan yang salah juga.
“HANYA KARENA ORANG LAIN SALAH, BUKAN BERARTI KITA BEBAS MELAKUKAN APAPUN UNTUK MENYALAHKAN ORANG TERSEBUT."
Contohnya lagi, beberapa bulan lalu ada kasus kucing yang sekarat akibat diberikan minuman keras oleh beberapa wanita. Saya agak ngilu ketika membaca komentar netizen yang budiman. Saya tidak menyalahkan ketika netizen membenci pelaku tersebut. Namun berbeda lagi jika sampai menyumpahi, melakukan bullying, membongkar identitasnya secara utuh, bahkan sampai mengancam ingin membunuhnya.
Ya memang sih, tindakan pelaku tersebut adalah salah. Namun respon kita terhadap tindakan orang yang salah juga tidak boleh salah dong. Coba deh bayangkan, ada pemuda yang menganiaya kucing, kemudian ada orang yang membela kucing tersebut dengan cara ingin membunuh manusia. Edyan enggak sih? Ini bukan berarti saya tidak suka kucing lho. Saya cintaaa sekaliii sama kucing.
Tapi kalau diberi pilihan, saya akan lebih memilih berteman dengan orang yang memberi miras pada kucing, daripada dengan orang yang kalau ada kesalahan langsung mengancam mau membunuh. Karena logikanya, jika berteman dengan pemuda yang menganiaya kucing, paling kita cuma harus menyingkirkan kucing kita darinya. Lha kalau dengan orang yang mengancam membunuh, malah kita dong yang selalu terancam.
Sekali lagi, kamu sangat boleh untuk tersinggung atau benci seseorang. Tetapi bukan berarti kamu bebas melakukan apapun kepada orang yang salah. Kalau kata Gus Mus, “Bagaimana mungkin kita mengajak pada kebaikan, sedang cara kita tidak baik."
Sebaliknya, orang lain pun boleh kok tersinggung tentang apapun yang kamu lakukan. Kamu tidak bisa membatasi perasaan orang lain. Dan bisa saja yang dikatakan orang lain terhadapmu adalah benar. Karena itu, jadilah manusia saja. Dan bersikap sebagaimana seharusnya menjadi manusia.

Posting Komentar