Wahai Budak Korporat, Mari Kita Menonton The Devil Wears Prada!
![]() |
Amazon |
Penulis: Eunike Dewanggasani
Editor: Fatio Nurul Efendi
Cangkeman.net - Sebagai penggemar film awal-awal tahun 2000-an, ‘The Devil Wears Prada’ adalah film favorit yang tidak pernah bosan saya tonton berkali-kali. Orang lain sering bilang, “Halah itu cuma film tentang fesyen saja”. Wah, salah besar. Walaupun setting-nya memang dunia bisnis majalah fesyen, film ini mengangkat tema tentang etika kerja dan perjuangan sang tokoh utama dalam menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan profesinya.
Rilis tahun 2006, Andrea Sachs (diperankan oleh Anne Hathaway) yang baru saja lulus dari jurusan jurnalisme berjuang melaksanakan tugasnya dalam menjadi asisten dari Miranda Priestly (diperankan oleh Meryl Streep), editor-in-chief dari majalah fesyen berpengaruh di dunia, yaitu Runway. Waktu menonton film ini saat masih bocah, saya selalu mengira bahwa tokoh antagonis dalam film ini adalah Miranda dan Andrea hanyalah upik abu malang yang selalu ditindas. Tapi waktu menonton film ini lagi sebagai seorang dewasa, saya sadar bahwa ternyata yang harus disalahkan ialah nilai dan sikap dari si Andrea sendiri.
Jangan menjadi seseorang yang egois/self-centered
Di awal film, Andrea dipanggil oleh HR perusahaan penerbit Elias-Clarke bahwa ada dua posisi yang terbuka untuknya; menjadi asisten untuk Miranda Priestly atau menjadi editor di majalah Auto Mobile. Waktu berhadapan langsung untuk diwawancarai oleh Miranda, Andrea ditanya, “Mengapa kamu mau bekerja di majalah Runway?” Jawaban Andrea? “Yah, karena pilihannya cuma di sini atau di majalah Auto Mobile.”
Sebagai penonton, jelas saya kesal dong dengan jawaban ini. Andrea bersikap egois dan justru merendahkan pilihan yang tersedia baginya. Dia terlalu keukeuh ingin mencari pekerjaan yang dia suka dan dia idam-idamkan, tanpa sadar bahwa ada banyak hal di dunia ini yang berada di luar kendalinya. Mbok ya jadi fresh graduates itu bersyukur dapat pekerjaan dan berusaha melakukannya dengan baik, kok pilih-pilih sih, padahal punya pengalaman aja belum….
Bersikap tidak peduli itu tindakan yang bodoh
Karena bekerja di posisi prestige, Andrea dengan bangga bilang pada beberapa orang kalau dia akan bertahan setidaknya satu tahun saja lalu dia akan mencari pekerjaan yang dia idam-idamkan. Betul, Andrea hanya ingin menggunakan kesempatannya sebagai batu lompatan saja. Dia juga pernah bilang ke Nigel (salah satu editor di majalah Runway) kalau dia hanya bekerja karena keadaan mau-tidak-mau membuatnya bekerja di sini. Toh, dia bukan bagian dari dunia fesyen dan nanti akan segera keluar dari Runway kalau target kerja satu tahunnya terpenuhi.
Nigel dengan tegas bilang, “A million girls would kill for your job”, yang artinya Andrea sebetulnya tidak sadar bahwa pekerjaannya saat ini adalah suatu privilege yang banyak diincar oleh orang lain. Ada banyak desainer dunia ternama yang pernah menapakkan kaki di kantor Runway, tapi Andrea memilih tidak peduli karena bidang fesyen bukan minatnya.
Andrea baru merasa ‘tertampar’ ketika Miranda memberikannya ceramah tenang ‘biru cerulean’. Inti dari ceramah itu, kalau kamu merasa tidak berminat dan bukan bagian dari sebuah industri/bidang yang tidak kamu sukai, sebetulnya kamu sedang tidak sadar saja bahwa bidang tersebut sebetulnya memengaruhi kehidupanmu sehari-hari. Bersikap cuek dan tidak respek terhadap suatu hal yang diminati oleh orang lain itu sangat tidak sopan.
Faktanya, memang susah menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan kehidupan pekerjaan
Bekerja sebagai asisten yang harus siap sedia menerima telepon dan perintah dari Miranda, Andrea sampai harus mengorbankan waktunya untuk bercengkrama dengan keluarga, pacar, serta teman-temannya. Semakin dia fokus untuk melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, kehidupan pribadinya makin lama makin runtuh. Nigel bahkan sempat bilang “Coba kabari aku kalau kehidupan pribadimu sudah musnah, mungkin sudah waktunya kamu mendapatkan promosi jabatan.”
Betul, memang sampai sekarang work-life balance masih menjadi sesuatu yang susah diraih oleh banyak orang. Lagipula, siapa sih yang tidak mau memikili karir sukses? Kuncinya di sini adalah memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga dan teman. Kalau orang-orang dalam kehidupan pribadimu bisa memahami keadaan, maka seharusnya kamu tidak perlu khawatir untuk terus membangun karir, asalkan kamu juga tidak menelantarkan mereka begitu saja.
Rekan kerja bukan sepenuhnya seorang teman, namun bukan sepenuhnya juga seorang saingan
Salah satu unsur menarik dalam film ini adalah hubungan antara Andrea dengan Emily, asisten pertama Miranda. Di awal kedatangan Andrea, Emily memang bersikap dingin dan jutek, tapi dia secara profesional bisa mengarahkan dan membimbing Andrea untuk melakukan tugas-tugasnya. Dinamik antara dua tokoh ini sangat unik. Andrea hanya ingin melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya tanpa ada niat merebut posisi Emily, sedangkan Emily adalah seseorang yang sangat antusisas dengan dunia fesyen tapi harus kehilangan banyak kesempatan hanya karena nasib sialnya terlibat dalam kecelakaan mobil.
Di akhir film, walaupun akhirnya Andrea lah yang dipilih untuk pergi ke Paris (impian yang sudah dinantikan oleh Emily), Andrea rela memberikan seluruh pakaian yang dia dapat dari pagelaran fesyen di sana kepada Emily. Dua orang ini bukan sepenuhnya teman yang begitu akrab, tapi bukan juga sepenuhnya musuh. Ada persaingan yang sehat dan adil di antara mereka. Keduanya juga saling membantu ketika dibutuhkan. Film ini jadi membuat saya menyukai istilah ‘rekan kerja’ atau ‘comrade’, yang berarti orang yang saling bekerja dengan profesional untuk kepentingan tujuan yang sama.
Salah satu cara untuk menunjukkan sikap hormat kepada orang lain adalah dengan berpenampilan baik
Sama seperti film-film khas yang dibintangi oleh Anne Hathaway, ‘The Devil Wears Prada’ juga menampilkan cuplikan Andrea si wanita yang penampilannya asal dan acak-acakan berubah menjadi seorang wanita modis dengan style pakaian apik serta riasan wajah dan rambut yang rapi. Setelah adegan transformasi ini, Andrea lebih diperhatikan oleh orang-orang dan dia juga mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekan kerjanya.
Setelah melihat hal ini, saya yakin bahwa slogan dress to impress tidak diciptakan secara asal. Ketika kita muncul di publik dengan penampilan baik, rapi, dan bersih, maka keberadaan kita dinilai berarti bagi orang lain. Orang-orang yang bertemu dengan kita pun merasa dihargai dan kita juga menerima rasa hormat. It’s a win-win solution! Lagipula, siapa sih yang suka melihat orang dengan penampilan lusuh, apalagi di lingkungan pekerjaan?
Terlepas dari segala bling-bling gemerlap dan indahnya pakaian-pakaian yang dikenakan para tokoh, film ini benar-benar mengajarkan saya mengenai etika dan integritas kerja. Tentunya, pelajaran yang kita dapatkan melalui tokoh Andrea ini bisa berlaku secara universal (tidak dalam konteks industri fesyen saja), terutama bagi kita-kita ini, para pekerja yang kebanyakan menjadi budak korporat alias bekerja di bawah naungan bos dan suatu perusahaan. Izinkan saya mengutip salah satu dialog Mirandra Priestly untuk menutup tulisan kali ini, “That’s all!”
Cangkeman.net - Sebagai penggemar film awal-awal tahun 2000-an, ‘The Devil Wears Prada’ adalah film favorit yang tidak pernah bosan saya tonton berkali-kali. Orang lain sering bilang, “Halah itu cuma film tentang fesyen saja”. Wah, salah besar. Walaupun setting-nya memang dunia bisnis majalah fesyen, film ini mengangkat tema tentang etika kerja dan perjuangan sang tokoh utama dalam menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan profesinya.
Rilis tahun 2006, Andrea Sachs (diperankan oleh Anne Hathaway) yang baru saja lulus dari jurusan jurnalisme berjuang melaksanakan tugasnya dalam menjadi asisten dari Miranda Priestly (diperankan oleh Meryl Streep), editor-in-chief dari majalah fesyen berpengaruh di dunia, yaitu Runway. Waktu menonton film ini saat masih bocah, saya selalu mengira bahwa tokoh antagonis dalam film ini adalah Miranda dan Andrea hanyalah upik abu malang yang selalu ditindas. Tapi waktu menonton film ini lagi sebagai seorang dewasa, saya sadar bahwa ternyata yang harus disalahkan ialah nilai dan sikap dari si Andrea sendiri.
Jangan menjadi seseorang yang egois/self-centered
Di awal film, Andrea dipanggil oleh HR perusahaan penerbit Elias-Clarke bahwa ada dua posisi yang terbuka untuknya; menjadi asisten untuk Miranda Priestly atau menjadi editor di majalah Auto Mobile. Waktu berhadapan langsung untuk diwawancarai oleh Miranda, Andrea ditanya, “Mengapa kamu mau bekerja di majalah Runway?” Jawaban Andrea? “Yah, karena pilihannya cuma di sini atau di majalah Auto Mobile.”
Sebagai penonton, jelas saya kesal dong dengan jawaban ini. Andrea bersikap egois dan justru merendahkan pilihan yang tersedia baginya. Dia terlalu keukeuh ingin mencari pekerjaan yang dia suka dan dia idam-idamkan, tanpa sadar bahwa ada banyak hal di dunia ini yang berada di luar kendalinya. Mbok ya jadi fresh graduates itu bersyukur dapat pekerjaan dan berusaha melakukannya dengan baik, kok pilih-pilih sih, padahal punya pengalaman aja belum….
Bersikap tidak peduli itu tindakan yang bodoh
Karena bekerja di posisi prestige, Andrea dengan bangga bilang pada beberapa orang kalau dia akan bertahan setidaknya satu tahun saja lalu dia akan mencari pekerjaan yang dia idam-idamkan. Betul, Andrea hanya ingin menggunakan kesempatannya sebagai batu lompatan saja. Dia juga pernah bilang ke Nigel (salah satu editor di majalah Runway) kalau dia hanya bekerja karena keadaan mau-tidak-mau membuatnya bekerja di sini. Toh, dia bukan bagian dari dunia fesyen dan nanti akan segera keluar dari Runway kalau target kerja satu tahunnya terpenuhi.
Nigel dengan tegas bilang, “A million girls would kill for your job”, yang artinya Andrea sebetulnya tidak sadar bahwa pekerjaannya saat ini adalah suatu privilege yang banyak diincar oleh orang lain. Ada banyak desainer dunia ternama yang pernah menapakkan kaki di kantor Runway, tapi Andrea memilih tidak peduli karena bidang fesyen bukan minatnya.
Andrea baru merasa ‘tertampar’ ketika Miranda memberikannya ceramah tenang ‘biru cerulean’. Inti dari ceramah itu, kalau kamu merasa tidak berminat dan bukan bagian dari sebuah industri/bidang yang tidak kamu sukai, sebetulnya kamu sedang tidak sadar saja bahwa bidang tersebut sebetulnya memengaruhi kehidupanmu sehari-hari. Bersikap cuek dan tidak respek terhadap suatu hal yang diminati oleh orang lain itu sangat tidak sopan.
Faktanya, memang susah menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan kehidupan pekerjaan
Bekerja sebagai asisten yang harus siap sedia menerima telepon dan perintah dari Miranda, Andrea sampai harus mengorbankan waktunya untuk bercengkrama dengan keluarga, pacar, serta teman-temannya. Semakin dia fokus untuk melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, kehidupan pribadinya makin lama makin runtuh. Nigel bahkan sempat bilang “Coba kabari aku kalau kehidupan pribadimu sudah musnah, mungkin sudah waktunya kamu mendapatkan promosi jabatan.”
Betul, memang sampai sekarang work-life balance masih menjadi sesuatu yang susah diraih oleh banyak orang. Lagipula, siapa sih yang tidak mau memikili karir sukses? Kuncinya di sini adalah memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga dan teman. Kalau orang-orang dalam kehidupan pribadimu bisa memahami keadaan, maka seharusnya kamu tidak perlu khawatir untuk terus membangun karir, asalkan kamu juga tidak menelantarkan mereka begitu saja.
Rekan kerja bukan sepenuhnya seorang teman, namun bukan sepenuhnya juga seorang saingan
Salah satu unsur menarik dalam film ini adalah hubungan antara Andrea dengan Emily, asisten pertama Miranda. Di awal kedatangan Andrea, Emily memang bersikap dingin dan jutek, tapi dia secara profesional bisa mengarahkan dan membimbing Andrea untuk melakukan tugas-tugasnya. Dinamik antara dua tokoh ini sangat unik. Andrea hanya ingin melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya tanpa ada niat merebut posisi Emily, sedangkan Emily adalah seseorang yang sangat antusisas dengan dunia fesyen tapi harus kehilangan banyak kesempatan hanya karena nasib sialnya terlibat dalam kecelakaan mobil.
Di akhir film, walaupun akhirnya Andrea lah yang dipilih untuk pergi ke Paris (impian yang sudah dinantikan oleh Emily), Andrea rela memberikan seluruh pakaian yang dia dapat dari pagelaran fesyen di sana kepada Emily. Dua orang ini bukan sepenuhnya teman yang begitu akrab, tapi bukan juga sepenuhnya musuh. Ada persaingan yang sehat dan adil di antara mereka. Keduanya juga saling membantu ketika dibutuhkan. Film ini jadi membuat saya menyukai istilah ‘rekan kerja’ atau ‘comrade’, yang berarti orang yang saling bekerja dengan profesional untuk kepentingan tujuan yang sama.
Salah satu cara untuk menunjukkan sikap hormat kepada orang lain adalah dengan berpenampilan baik
Sama seperti film-film khas yang dibintangi oleh Anne Hathaway, ‘The Devil Wears Prada’ juga menampilkan cuplikan Andrea si wanita yang penampilannya asal dan acak-acakan berubah menjadi seorang wanita modis dengan style pakaian apik serta riasan wajah dan rambut yang rapi. Setelah adegan transformasi ini, Andrea lebih diperhatikan oleh orang-orang dan dia juga mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekan kerjanya.
Setelah melihat hal ini, saya yakin bahwa slogan dress to impress tidak diciptakan secara asal. Ketika kita muncul di publik dengan penampilan baik, rapi, dan bersih, maka keberadaan kita dinilai berarti bagi orang lain. Orang-orang yang bertemu dengan kita pun merasa dihargai dan kita juga menerima rasa hormat. It’s a win-win solution! Lagipula, siapa sih yang suka melihat orang dengan penampilan lusuh, apalagi di lingkungan pekerjaan?
Terlepas dari segala bling-bling gemerlap dan indahnya pakaian-pakaian yang dikenakan para tokoh, film ini benar-benar mengajarkan saya mengenai etika dan integritas kerja. Tentunya, pelajaran yang kita dapatkan melalui tokoh Andrea ini bisa berlaku secara universal (tidak dalam konteks industri fesyen saja), terutama bagi kita-kita ini, para pekerja yang kebanyakan menjadi budak korporat alias bekerja di bawah naungan bos dan suatu perusahaan. Izinkan saya mengutip salah satu dialog Mirandra Priestly untuk menutup tulisan kali ini, “That’s all!”

Posting Komentar